Forum Aktivis dan Akademisi Banyuwangi Kini Resmi Bernama Bordes Society

Forum diskusi aktivis dan akademisi Banyuwangi kini bernama Bordes Society/RMOLJatim
Forum diskusi aktivis dan akademisi Banyuwangi kini bernama Bordes Society/RMOLJatim

Forum diskusi intens yang rutin diikuti kalangan aktivis dan akademisi, kini telah resmi dipatenkan dalam sebuah nama Bordes Society.


Sebuah forum sebagai katalisator ide dan gagasan untuk kabupaten ujung timur Pulau Jawa, Banyuwangi.

"Ada pepatah mengatakan, jangan tanya apa yang kamu dapat. Tapi tanyakan apa yang kamu beri. Sepatah kalimat itu menegaskan bahwa sebagai manusia sejatinya harus memberi manfaat kepada yang lain," ujar inisiator diskusi, Moh Mukhlisin kepada Kantor Berita RMOLJatim di sebuah kafe di Kecamatan Genteng, Minggu (6/11).

Semangat kebermanfaatan forum ini, nampak terlihat kala multi elemen datang untuk menyaksikan acara peresmian yang ditandai pemotongan tumpeng.

Mulai dari akademisi IAIDA Blokagung Khozin, Ainur Rofiq dosen IAI Ibrahimy, Birokrat senior Bambang Wahyudi, Langlang Seniman Banyuwangi.

Lalu, Masduki, Umar Yahya, Abas, Andik, Hendrik Semut Ireng, Wawan Kuswanto, Moh Rifai akademisi, dan beberapa mahasiswa juga nampak hadir.

Berawal dari forum diskusi, lanjut Mukhlisin, kini telah menjadi sebuah komunitas yang berangkat dari keresahan-keresahan masyarakat. Dari sektor pertanian, pendidikan, kesehatan, dan lain sebagainya. 

"Karena saat ini kami merasa Banyuwangi seperti daerah yang tidak memiliki arah. Maka diperlukan adanya diskusi untuk merekomendasikan hal-hal yang seharusnya ada di Bumi Banyuwangi tercinta ini," lanjutnya.

Nama Bordes di sini, kata dia, memiliki arti ruang-ruang penghubung yang harapannya menjadi jembatan antara pemerintah, masyarakat, maupun pihak swasta untuk menciptakan pemerintahan yang baik (good governance). 

Hal senada juga disampaikan oleh Ainur Rofiq, bahwa ruang dialektika di masyarakat tidak boleh mati. 

"Kita tidak boleh terbius dengan banyaknya festival yang sebenarnya masih perlu dikaji kebermanfaatannya bagi masyarakat," ujar Rofiq.

Belum lagi Banyuwangi sekarang yang seakan gagap dalam mengatasi persoalan sampah maupun bencana yang terjadi akhir-akhir ini. 

Gerakan dalam komunitas ini menjadi sangat urgent, karena sebagai penyeimbang agar pemerintah khususnya Pemkab Banyuwangi mengutamakan kesejahteraan masyarakat dalam tiap kebijakannya. 

Gambaran fenomena yang terjadi terus mencuat dari para audien dalam peresmian Bordes Society sedari siang hingga menjelang sore. 

Di antaranya masalah pertanian yang minim sentuhan pemerintah, investasi yang merosot di Banyuwangi, sampai masalah korupsi di tubuh Pemkab Banyuwangi. 

Hal-hal itulah yang menjadi pelecut komunitas Bordes Society untuk memberi kebermanfaatan bagi masyarakat dengan caranya sendiri. 

Bermacam usulan dari multi elemen mengemuka sembari menikmati seduhan kopi dan minuman khas Bumi Blambangan. Sehingga menciptakan suasana diskusi yang hangat.

Sebelum ditutup diharapkan komunitas Bordes Society ini mampu memberi data, ide, maupun gagasan yang real dengan kondisi masyarakat sebagai pedoman memberi kebermanfaatan. 

Kinerja Pemkab Banyuwangi yang dinilai berhasil juga patut diapresiasi peserta. Pun sebaliknya, kebijakan atau program yang tak beres harus dikritisi.

"Ini merupakan langkah awal, setelah beberapa diskusi kemarin yang menyangkut permasalahan di Banyuwangi. Seperti banyaknya Plt di tubuh OPD Banyuwangi, 'nihilnya' adipura ditengah kepungan sampah dan banjir", sambung Mukhlisin.

Pemotongan tumpeng menandai peresmian komunitas baru yang dilanjut dengan kebiasaan seperti diskusi-diskusi sebelumnya.

"Diskusi yang lain akan terus berlanjut, tentunya dengan data dan rekomendasi dari komunitas Bordes Society ini," tutupnya.