Diduga Mau Ganggu KTT G20, Perjalanan Greenpeace Dipaksa Putar Balik di Kota Probolinggo

Kelompok masyarakat Kota Probolinggo saat menghalau Greenpeace supaya putar balik di sebuah rumah singgah/RMOLJatim
Kelompok masyarakat Kota Probolinggo saat menghalau Greenpeace supaya putar balik di sebuah rumah singgah/RMOLJatim

Sejumlah kelompok masyarakat di Kota Probolinggo menghadang organisasi lingkungan global bernama Greenpeace yang diduga akan mengganggu jalannya KTT G20 yang akan dilaksanakan di Bali 16 November mendatang.


Greenpeace yang sedang menghelat perjalanan kesaksian dampak krisis iklim dan energi yang mengancam di berbagai daerah dengan bersepeda itu, dipaksa putar balik ke Jakarta, dan tidak diperkenankan melanjutkan perjalanan ke Pulau Dewata Bali.

Kelompok masyarakat yang menghadang laju Greenpeace, juga didukung dua lembaga swadaya masyarakat. Yakni LSM dan Tapal Kuda Nusantara (TKN).

“Kami tidak ingin Greenpeace mengacaukan KTT G20. Kalau mereka mengangkat isu lingkungan silahkan, dalam bentuk lain. Kami menengarai Greenpeace sengaja bertindak untuk kepentingan luar negeri, ” ujar Eko Prasetyo, Ketua Umum TKN, dikutip Kantor Berita RMOLJatim, Selasa (8/11).

“Makanya kami minta dan paksa mereka putar balik. Jangan melanjutkan perjalanan atau kampanye ke Bali sampai KTT G20 selesai digelar, ” sambung Eko.

Menanggapi penghadangan, salah satu aktivis Greenpeace, Zamzam, menyatakan siap putar balik. Mereka berjanji tidak melanjutkan perjalanan ke Bali.

“Kami hanya mengkampanyekan isu lingkungan. Dampak lingkungan luar biasa. Seperti di Gresik misalnya, dampak lingkungan bisa menghabisi ikan bandeng, ikan konsumsi kita,” katanya.

Greenpeace menghelat perjalanan kesaksian dampak krisis iklim dan energi yang mengancam di berbagai daerah dengan bersepeda. Bertajuk Chasing the Shadow, selama sebulan rencananya menyinggahi beberapa kota besar di Jawa hingga Bali.

“Kami ingin KTT G20 di Bali benar-benar menerapkan transisi energi,” sambung Zamzam.

Perjalanan bersepeda itu telah dimulai dari Jakarta dan kini tiba di Kota Probolinggo, Provinsi Jawa Timur.

Untuk itu, diperlukan aksi iklim yang nyata dan ambisius terutama pada sektor energi untuk mengurangi dampak krisis iklim. Sementara Indonesia sejauh ini masih belum bisa lepas dari pemakaian batubara yang juga menghasilkan polusi udara sebagai tenaga pembangkit listrik.

Nazwa Agus, Humas DPP TKN, menyatakan, PLN malalui PLTU berusaha kurangi emisi karbon, dengan cara program co-firing yaitu program pencampuran bahan batubara dengan energi baru terbarukan bentuk serbuk kayu.

“Di situ 6% emisi berhasil dikurangi oleh PLN. Makanya jangan fitnah pemerintah Indonesia. Sementara kebutuhan batubara dunia terus meningkat. Terutama permintaan dari Jerman,” pungkasnya.