Dugaan Korupsi Kenaikan Tunjangan Perumahan 45 Anggota Dewan, Unit Tipikor Polres Madiun Periksa Sekwan

Keterangan foto: Sekwan Dprd kabupaten Madiun Yudi Hartono saat mendatangi Polres Madiun/ist
Keterangan foto: Sekwan Dprd kabupaten Madiun Yudi Hartono saat mendatangi Polres Madiun/ist

Unit tipikor Polres Madiun memanggil Sekretari Dewan (Sekwan) DPRD Kabupaten Madiun Yudi Hartono untuk diperiksa dan dimintai keterangan tentang kenaikan dugaan korupsi kenaikan tunjangan perumahan 45 anggota DPRD Kabupaten Madiun tahun 2021 sebesar Rp 2,25 miliar di masa pandemi Covid-19.


“Hari ini kita panggil untuk klarifikasi,” kata Kasat Reskrim Polres Madiun AKP Danang Eko Abrianto dikutip Kantor berita RMOLJatim, Selasa (29/11).

Yudi datang besama staf DPRD Kabupaten Madiun pada pukul 10.00 wib, keduanya langsung masuk ruang unit 3 pidana korupsi Polres Madiun.

“Ini masih penyelidikan belum bisa memberi keterangan lebih,” ujar Danang.

Diberitakan sebelumnya, dari hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Jawa Timur atas laporan keuangan Pemkab Madiun tahun 2021 diketahui bahwa Rp 2.256.344.000 dari Rp 8.137.144.000 anggaran tunjangan perumahan 45 anggota DPRD Kabupaten Madiun bermasalah.

Dalam laporan tersebut menyebut bahwa kenaikkan tunjangan perumahan bagi pimpinan dan anggota DPRD Kabupaten Madiun tahun 2021 tidak memenuhi kewajaran, rasionalitas dan standar harga setempat yang berlaku.

Sementara itu, ketua LSM Walidasa Sutrisno mengapresiasi Polres Madiun yang bergerak cepat untuk menyelidiki kasus tersebut.

"Saya apresiasi dengan Polres Madiun segera bertindak untuk menyelidiki kasus ini," kata Sutrisno.

Selain itu, Pihaknya juga memberikan analisa terkait kasus tersebut. Dengan tidak bermaksud intervensi, Pria asal Jawa Tengah ini mengatakan, kasus tersebut bisa ditarik benang merahnya. Dengan melihat dari awal prosesnya nominal nilai tunjangan rumah untuk 45 anggota dewan tersebut muncul. Karena nominal angka di Perbup no.30 tahun 2021 itu dasarnya hasil dari penilaian apraisel.

"Bukannya intervensi, untuk buat gamblangnya kasus itu tarik kembali ke awal permulaan bagaimana keluar nominal angka tunjangan rumah buat anggota dewan. Dasarnya penilaian apraisel kan," kata Sutrisno.

Menurut pria lulusan UNAIR ini, apraisel yang yang digunakan untuk penilaian itu setidaknya harus sesuai dengan peraturan menteri keuangan (PMK) 101 tahun 2016. Belum lagi dengan UU no.30 tahun 2015 tentang administrasi pemerintahan. Lebih lanjut dia menuturkan produk apresial harus diturut kebelakang baik proses pembuatannya dan penunjukannya apakah sesuai aturan yang berlaku

"Karena korupsi itu bisa terjadi karena kecurangan dalam perencanaan," pungkas Sutrisno.