Pungutan liar atau pungli di dunia pendidikan yang berkedok atas nama komite sekolah disoroti Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) DPRD Banyuwangi.
- DPRD Gelar Rapat Paripurna Penyampaian LKPJ, Bupati Banyuwangi Sampaikan Capaian Kinerja Tahun 2023
- DPRD Banyuwangi Minta Eksekutif Prioritaskan Keterbukaan Lapangan Kerja
- Bapemperda DPRD Banyuwangi Usulkan Pembahasan Dua Raperda
Dari hasil temuan di lapangan, Fraksi PKB mendapatkan fakta-fakta yang dinilai memberatkan bagi pelaku pendidikan setingkat SD dan SMP. Baik di wilayah pedesaan sampai perkotaan.
Ketua Fraksi PKB DPRD Banyuwangi, Khusnan Abadi mengatakan, urusan pendidikan merupakan bagian dari urusan pokok pemerintah dalam menyiapkan generasi penerus bangsa.
Keseriusan ini, tertuang dalam pasal 31 ayat (4) UUD 1945 hasil Amandemen ke 4 dan UU Sisdiknas. Bahwa, sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN dan APBD diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan.
Meski begitu, belum semua daerah menjalankan amanat tersebut dengan baik. Terbukti, kata Khusnan, APBD nya secara formal angkanya hanya untuk mencukupi kebutuhan gaji pegawai/guru. Sementara, menyangkut urusan proses belajar mengajar sedikit terabaikan.
Menurutnya di beberapa daerah, pendidikan masih dianggap mahal. Karena pendidikan yang menjadi modal utama keberlangsungan masa depan generasi mendatang, dianggap membebani masyarakat dari sisi biaya. Seperti, munculnya seragam di awal masuk sekolah sampai daftar ulang, dan sumbangan-sumbangan.
“Tidak ada lagi pungutan yang dilakukan sekolah, dengan dalih rekomendasi komite sekolah, dan (komite) berkonsentrasi pada tugas sebagai wakil dari orang tua murid di sekolah,” katanya, dikutip Kantor Berita RMOLJatim, Senin, (16/1).
Mestinya, persoalan pendidikan seperti itu tidak membebani masyarakat. Sebaliknya, calon penerus generasi mendatang itu tinggal menikmati pelayanan pemerintah mulai dari pusat sampai daerah.
Oleh sebab itu, Fraksi PKB DPRD melayangkan surat kepada Bupati Banyuwangi untuk menerbitkan Peraturan Bupati (Perbup) tentang Biaya Operasional Sekolah Daerah (BOSDA).
Perbup tersebut nantinya dapat menjadi dasar penganggaran tambahan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dalam bentuk BOSDA. Hal ini, lanjutnya, perlu dilakukan sebagai upaya mewujudkan pendidikan gratis dan murah, sekaligus meningkatkan mutu pendidikan yang terjangkau oleh masyarakat.
“Dalam rekam di lapangan, kami masih mendengar keluhan masyarakat atas kasuistis yang menyangkut keresahan terkait dengan biaya pendidikan,” cetus Sekretaris Komisi IV DPRD Banyuwangi ini.
Jika surat permohonan Fraksi PKB mendapat respon baik dari Bupati Banyuwangi, maka tujuan pendidikan gratis dan murah dapat terwujud. Beban masyarakat maupun peserta didik berkurang dengan hadirnya pemerintah. Selain itu pemerataan kesempatan belajar bagi anak usia sekolah 7 hingga 15 tahun berkesempatan belajar secara gratis.
Adapun, testimoni dari pelaku pendidikan untuk tingkat SD/MI yang berada di desa/pelosok, biaya yang dikeluarkan sekolah per siswa Rp 1.600.000 sampai Rp 1.750.000, sedangkan di wilayah yang masuk perkotaan dan kota menembus angka Rp Rp 1.700.000 sampai Rp 1.800.000.
Sementara di tingkat menengah atau SMP, biaya di pedesaan/wilayah desa mencapai angka Rp 1.800.000 sampai Rp 1.950.000 per siswanya. Sedangkan untuk wilayah yang masuk perkotaan mencapai angka Rp 1.900.000 sampai Rp 2.150.000 per siswanya.
“Kenyataan dan fakta ini, perlu hadirnya kebijakan pemerintah daerah, dalam rangka mensupport suksesnya program pendidikan kita, dalam bentuk memberikan BOS Daerah. Sehingga anak-anak sebagai generasi masa akan datang bisa menikmati pendidikan dimanapun tempat tinggalnya, di seluruh pelosok wilayah Banyuwangi,” pungkas politisi asal Kecamatan Genteng ini.
- Pilkada 2024, 100 Kiai Banyuwangi Deklarasi Dukung Gus Munib Calon Bupati
- Pelayanan Publik Banyuwangi Meraih Predikat Kepatuhan Tertinggi dari Ombudsman RI
- Nelayan Banyuwangi Terima 2 Kapal Ikan Rampasan Illegal Fishing dari KKP