Ahli Waris PT Karangpilang Agung Gugat Ibu Kandung Demi Selamatkan Aset Keluarga

Vinna Senchaero di PN Surabaya/RMOLJatim
Vinna Senchaero di PN Surabaya/RMOLJatim

Vinna Sencahero salah seorang ahli waris PT Karangpilang Agung (KPA) menggugat ibu kandungnya di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, dengan register perkara Nomor 55/Pdt.G/2023/PN Surabaya.


Dalam gugatannya, Vinna ingin membatalkan surat kuasa penjualan aset. Pasalnya dalam surat kuasa yang dibuat tahun 2013 tersebut, Vinna awalnya meyakini bahwa surat kuasa itu dibuat karena semua anak-anaknya yang tercatat sebagai ahli waris ingin menjual aset peninggalan ayahnya, Ho Senca Hero (almarhum) demi menutupi utang perusahaan PT Karangpilang Agung (KPA) yang saat itu hendak dilelang oleh Bank.

Saat itu untuk melancarkan proses penawaran dan penjualan Harta Bersama atas nama mendiang Ho Senca Hero ke pembeli, semua ahli waris termasuk penggugat memberikan kuasa kepada tergugat (Tania Anggreani Kusuma) selaku ibu kandung dan Komisaris Utama PT Karangpilang Agung.

Namun yang terjadi, dalam Surat Kuasa Jual yang dibuat Notaris Julia Seloadji SH itu disebutkan dalam 1 kalimatnya yakni penggugat melepaskan haknya selaku Ahli Waris Senca Hero ke ibu kandungnya Tania Angreani Kusuma untk menjual semua asset warisan Senca Hero.

"Padahal saya hanya memberi kuasa penjualan, bukan melepaskan hak waris. Tetapi di surat kuasa yang dibuat notaris disebutkan saya seakan-akan tidak lagi tercatat sebagai ahli waris Senca Hero, dan saat itu semua saudara-saudara saya juga menandatangani pemberian Surat Kuasa ke mama saya Tania Anggreani Kusuma," terang Vinna kepada wartawan di PN Surabaya, Rabu (22/2).

Vinna menyampaikan bahwa pihaknya tidak pernah mengajukan penetapan pengadilan tentang menolak sebagai ahli waris. Akan tetapi tergugat yang mengalami sakit pre demensia sesuai dengan surat keterangan Dokter National Hospital Surabaya pada 3 September 2021 dan turut tergugat malah membuat akta No.141 tanggal 29 November 2013 tentang pernyataan pelepasan hak dan kuasa.

"Akta No.141 tanggal 29 November 2013 itu cacat hukum. Itu telah disalahartikan dan disalahmanfaatkan oleh pihak lain untuk menghilangkan hak saya sebagai ahli waris, bila saya memang ingin melepaskan hak waris saya, saya akan ke Pengadilan Negeri bukan ke Notaris, dalam hal ini saya benar-benar dirugikan," urainya. 

Saat surat kuasa itu dibuat, Vinna mengaku dirinya maupun ibunya dalam kondisi sosial ekonomi yang tidak baik, bahkan sesudah proses tanda tangan dia juga tidak pernah menerima tembusan atau asli surat kuasa tersebut, karena langsung ke luar pulau atau luar negeri. 

"Saya tidak tahu dan memperhatikan adanya tambahan kalimat pelepasan hak waris disisipkan dalam surat kuasa tersebut," ungkapnya.

Vinna membeberkan, dulu saham mayoritas PT Karangpilang Agung dipegang oleh ibunya. Kini sahamnya dan jabatannya berpindah ke Hartono Wibowo, kakak sulungnya dan itu bisa terjadi karena ibunya sudah dalam kondisi Pre Demensia, sehingga ibunya tidak paham apa yang ditandatanganinya. 

Apalagi diketahui PT Karangpilang Agung yang sewaktu jayanya awalnya memproduksi genteng Karang Pilang dan kini beralih ke produksi briket arang, telah mendapat kucuran kredit dari PT Bank INA Perdana Tbk senilai Rp 200 miliar. Namun untuk tahap awal diberi kredit senilai Rp 75 miliar.

"Ini jadi pertanyaan kami, dengan kredit sebesar itu, bagaimana cara mengembalikannya. Sedangkan perusahaan hanya mengekspor briket. Berapa keuntungan dari ekspor briket. Apakah mampu perusahaan mengembalikan utang. Kalau gagal bayar, bisa-bisa PT Karangpilang Agung disita dan dilelang oleh pihak bank," ujar Vinna. 

Karena alasan inilah, Vinna kemudian nekat menggugat ibu kandungnya agar surat kuasa dapat dibatalkan.

"Semua ini saya lakukan demi menyelamatkan aset keluarga," tuturnya.

Sementara itu, O’od Chrisworo selaku kuasa hukum Vinna Sencahero mengatakan, bahwa surat kuasa yang sudah dibuatkan akta No.141 tanggal 29 November 2013 oleh notaris Julia Seloadji dinyatakan tidak sah. Sebab untuk melepas hak waris, syaratnya harus penetapan pengadilan.

"Ini yang namanya waris belum dibagi. Belum ada penetapan dari pengadilan. Kok bisa melepaskan hak waris begitu saja. Apalagi di sini sebagian aset-aset itu sudah dijual dan Vinna tidak pernah mendapatkan laporan ataupun pembayaran. Ini sudah pelanggaran," sebut O'od pada awak media usai persidangan.

Karena itu O'od mempertanyakan niat notaris Julia Seloadji selaku turut tergugat saat membuatkan akta akta no.141 tanggal 29 November 2013.

"Apa dasarnya notaris membuat akta tersebut. Tugas notaris hanya mencatat. Hal itu juga tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata tentang sahnya persetujuan atau kesepakatan," tegasnya.

O'od menambahkan, dalam kasus ini turut tergugat dianggap telah melakukan tindak pidana pemalsuan surat sesuai Pasal 266 KUHP ayat 1 “barang siapa menyuruh memasukan keterangan palsu kedalam surat akta autentik mengenai suatu hal yang kebenaranya harus dinyatakan oleh akta itu, dengan maksut untuk memakai atau menyuruh orang lain pakai akta itu seolah-olah keterangannya sesuai dengan kebenaran, diancam, jika pemakaian itu dapat menimbulkan kerugian, dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun.”

"Dalam gugatan kami juga mengajukan klien kami diberikan hak pengampuan terhadap ibunya (tergugat) mengingat kondisinya saat ini mengalami demensia," tandasnya.

Redaksi sudah berupaya melakukan konfirmasi ke Kevin Gonzaga selaku kuasa hukum tergugat. Namun konfirmasi yang kirimkan melalui pesan whatsapp belum direspon.

Diketahui, gugatan Vinna Senchaero mulai  disidangkan di PN Surabaya oleh majelis hakim yang terdiri dari Yoes Hartyoso (Ketua), Awana dan Ariandi Triyoga (anggota). Persidangan akan dilanjutkan satu pekan mendatang dengan agenda mediasi.