Surabaya Kota Layak Anak, Bagaimana Kabarnya?

Isa Ansori/ist
Isa Ansori/ist

MENJELANG HUT Surabaya ke 730, saya kira cukup banyak hal hal baik yang sudah dicapai oleh Surabaya dan pemerintah Kota Surabaya. 

Yang menarik adalah predikat Surabaya Kota Layak Anak akan menjadi kado terindah bagi anak anak Surabaya dan pemerintah Kota Surabaya, seiring dengan akan dilakukan penilaian kota layak anak nasional. 

Tapi di balik kado indah tersebut apakah hal-hal di lapangan yang berkaitan dengan perlindungan anak dan upaya capainnya juga indah? Ini yang patut kita jadikan renungan.

Berdasarkan data yang kami kumpulkan dari berbagai sumber, baik itu laporan langsung maupun yang ditulis oleh media massa sampai dengan menjelang akhir Mei 2023, tercatat jumlah persoalan anak yang disebut dengan tindakan kekerasan berjumlah 84. Yang berdasarkan laporan langsung 37 dan temuan media massa berjumlah 57.

Dan yang menarik seluruh kasus kekerasan yang dilaporkan langsung adalah kekerasan di sekolah. Selebihnya adalah kasus kasus kekerasan yang terjadi di luar sekolah, yaitu rumah dan antara rumah dan sekolah. Sehingga yang patut kita lihat kembal adalah penguatan sekolah ramah anak, tidak hanya diberikan label, tapi juga perlu dilakukan pendampingan dan penilaian. Upaya ini tentu akan menjadi nilai plus bagi usaha menciptakan budaya anti kekerasan di sekolah dan publikasinya. 

Begitu juga indikasi kekerasan yang terjadi dirumah dan antara rumah dan sekolah, tidak cukup hanya program artifisial, tapi juga harus membangun kesadaran yang kuat bagi rumah (orang tua) dan lingkungan (antara rumah dan sekolah), program menjadikan balai RW sebagai pusat belajar adalah hal baik, tapi sejauh ini seperti apa perjalanannya, tidak pernah terpublikasikan. 

Apa yang bisa kita petik sebagai pelajaran? Meski pemerintah sudah berusaha maksimal namun perilaku tindakan kekerasan yang ada tidak bisa serta merta dihilangkan, sehingga menjadi penting dalam menilai itu adalah seberapa efektif program-program perlindungan anak berjalan dengan baik di lapangan? Atau seberapa efektif sistem perlindungan anak di Surabaya bisa dijalankan.

Sebagai warga kota, tentu tak ingin mengulang kejadian tidak masuknya Surabaya sebagai "smart city" versi Smart City Index (SFI) 2023 atau indeks kota pintar di dunia versi IMD World Competitiveness. Padahal sudah banyak yang dikerjakan yang mengarah kesana, bahkan kalau boleh dibilang, Surabaya adalah pelopor upaya smart city di Indonesia. 

Sebagai kota layak anak kategori utama dengan nilai yang hampir maksimal, mungkinkah itu bisa dipertahankan untuk yang ke enam kalinya? Jangan-jangan untuk yang ke enam kalinya meski tetap mendapat predikat utama, tapi nilainya akan menjadi turun. Indikatornya bisa dilihat dari maraknya kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi dan belum terlihat upaya maksimal dan cepat untuk mengatasi dan mencegah terjadinya. Publikasi Surabaya tentang anak, akhir-akhir ini lebih banyak yang bercitra negatif dibanding hal-hal yang positif? Mengapa ini bisa terjadi, jangan-jangan memang tak ada hal positif yang patut dipublikasikan, atau hal hal baik yang dilakukan tidak terkoordinasi untuk dipublikasikan? Ini menjadi PR besar pemerintah Kota Surabaya bagaimana membangun sistim koordinasinya. Dibutuhkan upaya yang lebih berkualitas dari apa yang sudah dilakukan selama ini. 

Sebagai kota metropolis dan modern, tentu Surabaya mengalami dinamika yang cukup kompleks termasuk hal hal yang berkaitan dengan perilaku anak, sehingga tidak bisa direspon dengan cara cara standart apalagi pengulangan program yang sudah berlangsung bertahun tahun. Tidak bisa dilakukan dengan sekedar menggugurkan tugas, tapi harus direspon sebagaimana dinamika yang terjadi sekarang dan yang akan datang. 

Sebagai warga kota, saya yakin sudah banyak yang dilakukan dan dikerjakan oleh pemerintah kota, tapi sebaik apapun yang dilakukan, akan dianggap tidak melakukan apa apa kalau tidak dipublikasikan kepada masyarakat, sehingga sebagai pertanggungjawaban publik atas komitmen yang dicanangkan, maka seluruh kerja kerja berkaitan dengan perlindungan anak harus terpublikasikan.

Tentu pekerjaan ini tak bisa dibebankan kepada masing-masing OPD yang berpijak pada tupoksinya, harus ada kolaborasi, dan kolaborasi ini juga tak bisa dibiarkan berlangsung tanpa ada yang mengkoordinasi, sehingga menjadi penting adanya pihak yang bisa mengkoordinasikan kerja-kerja perlindungan anak, mulai dari pencegahan, penanganan dan proses rehabilitasi nya dan juga tidak kalah penting publikasinya. 

Selamat HUT Surabaya yang ke 730, semoga menjadi kota yang aman dan nyaman bagi anak - anak.

*Pengurus LPA Jawa Timur


ikuti update rmoljatim di google news