Pakar: Tuntutan Enam Bulan Kades Pelaku Ilegal Logging Terlalu Ringan dan Ciderai Keadilan

Pakar Hukum Pidana, Firman Adi/ist
Pakar Hukum Pidana, Firman Adi/ist

Tuntutan enam bulan penjara yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap bos ilegal logging Bakri bin Kasiran, dinilai terlalu ringan dan mencederai rasa keadilan.


Hal ini disampaikan pakar hukum pidana Firman Adi yang juga ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) Nganjuk, Kamis (31/8).

Dikatakan Firman, mengenai besaran atau lamanya tuntutan pidana tentunya harus mempertimbangkan rasa keadilan dan akibat perbuatan yg dilakukan terdakwa serta banyaknya kayu yang ditebang. Mengingat terdakwa juga merupakan residivis untuk kasus yang sama. 

"Tentunya tuntutan kasus tindak pidana ilegal logging, rentut (rencana tuntutan) tidak perlu ke Kejati melainkan domain Kajari setempat. Mengenai besaran atau lamanya tuntutan pidana tentunya harus mempertimbangkan rasa keadilan dan akibat perbuatan yg dilakukan terdakwa serta banyaknya kayu yg ditebang,” terang Firman kepada Kantor Berita RMOLJatim.

Walaupun tuntutan itu hak dari kejaksaan, lanjut Firman, spesialisnya tetap pada UU 18 Tahun 2013. 

Diberitakan sebelumnya, bos ilegal logging Bakri bin Kasiran dituntut 6 bulan penjara. Tuntutan tersebut dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ardinityaningrum Dwi Ratna dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri kabupaten Madiun, Rabu (30/8) kemarin. 

Terdakwa tidak dihadirkan secara fisik dalam sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Rachmawaty, namun dihadirkan secara virtual dari Rutan Polres Madiun. 

Terdakwa yang merupakan kepala desa di Desa Rejomulyo, Kecamatan Karangjati, Kabupaten Ngawi ini terbukti melakukan tindakan pidana penebangan kayu secara ilegal sebagaimana diatur dalam perbuatan terdakwa di atas, diatur dan diancam pidana menurut Pasal 83 Ayat (3) Jo Pasal 83 ayat (1) huruf c, Pasal 83 ayat (2) huruf b Jo Pasal 12 huruf h Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2023 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 Tentang Cipta Kerja Menjadi Undang-Undang jo UU No. 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Dengan ancaman hukuman maksimum 15 tahun penjara dan denda maksimum 100 miliar.