Demokrasi harus dikembalikan kepada rakyat, salah satunya menghilangkan ambang batas ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold sebesar 20 persen suara nasional atau 25 persen kursi parlemen.
- Cak Imin Lebih Cocok Nempel Prabowo Ketimbang Puan Maharani
- Soal Istilah Petugas Partai, Analis Politik: Bertentangan dengan Konstitusi
- Ketua Tim Pemenangan Gus Haris-Ra Fahmi Imbau Masyarakat Waspada Oknum Tawarkan Jabatan
Hal ini disampaikan Sosiolog, Rektor Universitas Ibnu Chaldun Jakarta, Prof. Musni umar dalam Front Page Comm-RMOL Obrolan Bareng Bang Ruslan dengan tema "Merumuskan Presiden Pilihan Rakyat di Masa Depan", Kamis (27/8).
“Dalam demokrasi sekarang semua ditopang dengan kekuasaan modal. Bila ambang batas dihilangkan, manfaatnya sangat besar. Saya yakin tidak ada yang dirugikan. Semua Ketum Parpol bahkan bisa mencalonkan diri. Tidak ruginya. Justru yang rugi adalah pemodal,” terang Prof Musni dikutip Kantor Berita RMOLJatim.
Ditambahkan Prof Musni, ambang batas 20 persen akan membuat masyarakat terpolarisasi dan terpecah belah. Sebaliknya, ambang batas 0 persen akan memunculkan pemimpin hebat.
“Ambang batas bukan saja diturunkan tapi dihabisi menjadi nol persen. Untuk menurunkan ambang batas, tidak ada yang tidak mungkin. Apalagi dalam politik, semua serba mungkin,” tuturnya.
Lanjutnya, selama ini demokrasi sudah lama ditetapkan dengan ambang batas tinggi. Sehingga yang terjadi adalah kesemarutan demokrasi.
“Akibatnya (ambang batas tinggi) kongkalikong, politik uang sangat dahsyat. Yang rugi rakyat. Banyak walikota, bupati, gubernur yang terlibat korupsi. Sebab mereka harus bayar ke Parpol,” urainya.
Karena itu Prof Musni mengajak kalangan akademisi, aktivis, politisi hingga rakyat untuk berjuang bersama menurunkan ambang batas.
“Kita optimis jika berjuang bersama pasti bisa. Aktivis, politisi, dan rakyat. Kita pakai medsos, pakai demokrasi jalanan. Ga ada pilihan. Daripada kita dikerangkeng oligarki,” ujarnya.
Pasalnya jika ambang batas ini tidak diubah, Prof Musni menyebut akan terjadi kekacauan demokrasi.
“Dua kandidat seperti Pilpres kemarin menimbulkan kekacauan di masyarakat. Orang akan melampiaskan kemarahan dengan tindakan destruktif. Tidak ada gunanya Pemilu. Akhirnya melakukan hal-hal yang bertentangan demokrasi. Yuk kembalikan demokrasi ke jalan yang benar dan lurus,” tandasnya.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Koalisi Indonesia Bersatu Didesain Jokowi dan Luhut untuk Kendaraan Ganjar-Erick di Pilpres 2024
- Sinergi NU Dengan Demokrat, AHY Siap Berkontribusi Membangun Karakter Santri Berintegritas
- Bupati Baru Pastikan Warga BerKTP Jember Dapat Berobat Gratis di Seluruh Rumah Sakit Indonesia