Pengadilan Negeri Kabupaten Lamongan, Jawa Timur melakukan pengukuran lahan dua perusahaan di bidang perkapalan. Constatering atau pencocokan ini dilakukan lantaran terdapat ketidakcocokan data luasan lahan oleh PT LMI dengan PT DPL.
- Muntah, Gunung Merapi Semburkan Awan Panas Hingga 2.500 Meter ke Barat Daya
- Gedung Meteor Resmi Dibuka, Masyarakat Kota Probolinggo Bisa 24 Jam Laporkan Gangguan Kamtibmas Hingga Bencana Alam
- Di Ngawi Korban Berjatuhan, Akibat Jebakan Tikus Beraliran Listrik
Pengadilan negeri Lamongan melakukan constatering atau pencocokan data luasan lahan yang dulunya milik PT LMI (Lamongan Marine Industry) dan telah dilelang, dengan pemenang lelang PT DPL (dok pantai Lamongan), letak kedua perusahaan ini pun bersebelahan di desa sidokelar, kecamatan paciran, Lamongan, Jawa Timur.
Pengadilan negeri Lamongan bersama ATR/BPN dan menghadirkan kedua belah pihak melakukan pengukuran lahan untuk memastikan data dengan fakta riel di lapangan. Proses pengukuran lahan ini juga mendapat pengamanan ketat dari aparat kepolisian.
Pengukuran lahan ini dilakukan dikarenakan ada pemasangan patok oleh PT DPL yang dilakukan dengan pengukuran mandiri, tanpa melibatkan PT LMI, maupun tidak melibatkan pihak pengadilan.
Kuasa hukum PT LMI, Rio Dedy Heryawan menyampaikan, dari lima SHGB dengan ulasan 29 hektar, terdapat satu SHGB yakni nomer 31 dengan luas lahan 206.907 M persegi dipasang patok atas dasar pengukuran mandiri, dan tidak didasarkan atas perintah dari pengadilan kepada badan pertanahan, untuk itu pihaknya meminta mengkroscek dengan pengukuran ulang yang dilakukan pengadilan bersama BPN dan kedua belah pihak.
"Akibat pengukuran mandiri itu timbul perbedaan mengenai ulasan di obyek nomer 31, apalagi mereka tidak hanya memasang patok, tapi juga melakukan pemagaran, kliennya keberatan dengan hasil yang tidak seharusnya dijadikan acuan, dan pemagaran yang dilakukan PT DPL seharusnya dilakukan setelah proses eksekusi selesai, bukan belum eksekusi sudah melakukan pemagaran itu bentuk arogansi dan tidak menghormati proses hukum yang masih berjalan," ungkapnya dalam keterangan rilis yang diterima RMOLJatim
Rio Dedy Heryawan menuturkan, dari perbedaan ini, pihaknya meminta pihak pengadilan menghentikan sementara aktifitas dilakukan PT DPL yang merugikan pihak-pihak tertentu, apalagi proses hukum masih belum selesai.
Sementara itu owner PT LMI Wahyudin Nahafi menegaskan, pihaknya percaya dengan hukum dan semua ada alurnya, dan ini proses hukum masih berjalan, apalagi ada perbedaan, tidak seharusnya dilakukan aktifitas yang tidak seharusnya.
"Saya percayakan semua pada hukum, pihaknya mengikuti semua proses hukum, dan siap melakukan pembuktian atas batas- atas lahan ini," tegasnya.
Sementara itu Florenca Crisberk Flutubesy, Panitera pengadilan negeri Lamongan menuturkan dalam constatering atau pencocokan data di lima SHGB dengan ulasan 29 hektar ini, terdapat satu SHGB nomer 31 dngan luas lahan 206.907 M persegi, yang belum menemui titik sepakat kedua belah pihak mengenai batas.
"Hasil dari constatering ini akan dilaporkan ke pimpinan dan yang memutuskan nanti ketua pengadilan," imbuhnya.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Buka Puasa Bareng Puluhan Tahanan, Kapolres Jombang Ajak Introspeksi Diri
- Jaga Perbatasan Antisipasi Wabah PMK, Ternak Asal Magetan Dilarang Masuk Madiun
- Satgas PPA Kediri Nyatakan Sikap Terkait Kabar Honor Belum Diberikan