Usai membacakan tanggapannya terhadap nota keberatan dari kuasa hukum terdakwa Sugito, kembali Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejari Tanjung Perak, M. Fadhil juga membacakan tanggapannya terhadap ekseksi terdakwa Darmawan.
- Penyidik Dinilai Tutupi Motif Pembunuhan Berencana, Kamarudin: Seperti Tidak Ikhlas Kalau Ferdy Sambo Dijadikan Tersangka
- Hakim Agung Ditangkap, Ulama NU: Wakil Tuhan Kok Nyolong
- Jadi Saksi Sidang Penjualan Barang Sitaan Satpol PP Surabaya, Asisten 2, Irvan: Dimana Keterlibatan Saya
"Dalam hal terdakwa atau penasihat hukum mengajukan keberatan bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan, maka setelah diberi kesempatan kepada penuntut umum untuk menyatakan pendapatnya, hakim mempertimbangkan keberatan tersebut untuk selanjutnya mengambil keputusan," ungkap Fadhil dikutip Kantor Berita saat membacakan tanggapan atas eksepsi terdakwa Darmawan, Rabu (20/11).
Eksepsi terdakwa soal keberatan penahanan, soal dakwaan tidak memuat "tanggal dan tanda tanganâ€, tidak menyebutkan secara lengkap identitas terdakwa, tidak menyebut locus delicti dan/atau tempus delicti, dan tidak cermat, Fadhil menjelaskan bahwa dakwaan sudah jelas dan terang.
"Dari hal tersebut diatas telah jelas dan terang bahwa persoalan penahanan bukanlah merupakan objek keberatan, akan tetapi menjadi ranah dalam proses Praperadilan," ulasnya.
Sehingga menurut Fadhil, sudah seharusnya nota keberatan penasihat hukum terdakwa dikesampingkan dan tidak perlu dipertimbangkan.
Akan tetapi walaupun keberatan penasihat hukum terdakwa bukanlah materi keberatan yang harusnya dipersoalkan dalam ranah eksepsi, maka pihaknya tetap akan memberikan pendapat agar meluruskan kekeliruan penasihat hukum terdakwa dan membantah tuduhan-tuduhan penasihat hukum yang menyatakan jaksa arogan dan menabrak KUHAP.
"Berkaitan dengan keberatan, penahanan terhadap terdakwa Darmawan, menunjukkan bahwa penasihat hukum tidak mampu membedakan surat panggilan tersangka dan penetapan tersangka," tambahnya.
Seperti diketahui dalam kasus ini, Kejari Tanjung Perak telah menuntaskan perkara dugaan korupsi dana hibah Pemkot Surabaya untuk program Jasmas. Total ada tujuh orang yang dapat diringkus penyidik Pidsus Kejari Tanjung Perak.
Satu orang merupakan pihak swasta sebagai pelaksana proyek yaitu Agus Setiawan Tjong yang sudah divonis dan saat ini sedang mengajukan banding.
Sedangkan enam lainnya terdiri dari anggota DPRD Surabaya Ratih Retnowati serta lima mantan anggota DPRD Surabaya periode 2014-2019 yakni Sugito, Syaiful Aidy, Dini Rijanti Darmawan dan Binti Rochma.
Saat ini Darmawan, Sugito dan Binti Rochma berstatus terdakwa yang sedang menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Surabaya.
Sedangkan tiga lainnya yakni Syaiful Aidy, Dini Rijanti dan Ratih Retnowati masih berstatus tersangka dan meringkuk di cabang rutan klas I Surabaya pada Kejati Jatim.
Agus Setiawan Tjong merupakan pelaksana proyek pengadaan terop, kursi, meja, dan sound system pada 230 RT di Surabaya.
Dari hasil audit BPK, Proyek pengadaan program Jasmas tersebut bersumber dari APBD Pemkot Surabaya, tahun 2016 dan merugi hingga Rp 5 miliar akibat adanya selisih angka satuan barang yang dimainkan oleh Agus Setiawan Tjong.
Informasi yang dihimpun Kantor Berita , program Jasmas ini merupakan produk dari sejumlah oknum DPRD kota Surabaya yang telah diperiksa penyidik. Tanpa peran ke enam sang legislator itu, program Jasmas dalam bentuk pengadaan ini tidak akan terjadi.
Penyimpangan dana hibah ini bermodus pengadaan. Ada beberapa pengadaan yang dikucurkan oleh Pemkot Surabaya, diantaranya untuk pengadaan terop, kursi Chrom, kursi plastik, meja, gerobak sampah, tempat sampah dan sound system.[aji]
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Pemuda Diharapkan Perankan Perannya dalam Menjawab Tantangan di Sektor Kelautan dan Perikanan
- Sidang Jual Beli Jabatan, Saksi Penangkap Akui Uang Rp 11 Juta Tidak Disita dari Bupati Ngajuk
- Dewas KPK Beber Aziz Syamsuddin Beri Duit Ke Stepanus Robin Pattilu, Ini Nilainya