Rencana Kementerian Pertanian (Kementan) memproduksi kalung antivirus corona sebagai pembunuh Covid-19 dipertanyakan banyak pihak.
- Bupati Gus Muhdlor Jamin Makelar Jabatan Tidak Berlaku di Sidoarjo
- DPR Setujui Jadwal Pendaftaran Capres-Cawapres pada 19-25 Oktober 2023, Tidak Sesuai Rencana KPU
- Kewenangan Penyadapan di RUU Polri Mengancam Kebebasan Berekspresi
Menurut Direktur Eksekutif Center for Social Political Economic and Law Studies (Cespels), Ubedilah Badrun, kebijakan itu tidak tepat dan aneh.
"Kebijakan yang aneh dan tidak tepat untuk hadapi Covid-19. Itu mirip-mirip sakit flu dikasih batu akik. Aneh kalau sebuah Kementerian (Kementan) memproduksi secara massal berupa kalung anti virus Corona," sindir Ubedilah dilansir Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (5/7).
Keanehan itu, kata Ubedilah, dapat dilihat dari tiga hal. Pertama kebijakan tersebut dibiayai dari dana Covid-19. Hal tersebut dinilai tidak sesuai peruntukan yang dapat menimbulkan kesan asal menghabiskan dana Covid-19.
Padahal, dana itu merupakan anggaran dari pajak rakyat dan utang negara. Kedua, pemerintah seperti bekerja tanpa basis data riset yang benar. Ini lantaran belum ada penjelasan secara keilmuan dari lembaga kredibel mengenai kebenaran khasiat kalung tersebut.
“Itu kalung sejenis obat atau jimat? Darimana data risetnya? Lembaga apa yang melakukan riset?" tanyanya.
Terakhir, sambung analis sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ini, rencana produksi tersebut menunjukkan bahwa pemerintah sudah kewalahan menghadapi Covid-19.
"Menunjukan bahwa pemerintah sudah kewalahan menghadapi Covid-19, sehingga menggunakan kalung untuk tangkal Covid-19," demikian Ubedilah.
Kementerian Pertanian kemungkinan akan memproduksi massal kalung yang disebut "antivirus corona".
Temuan kalung ini merupakan hasil pengembangan Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertanian (Balitbangtan). Kalung berbahan eucalyptus atau kerap disebut juga pohon kayu putih diyakini mampu menangkal virus mematikan asal Wuhan, China tersebut.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- HGU 190 Tahun di Lahan IKN Jadi Legacy Buruk di Akhir Pemerintahan Jokowi
- SBY dan AHY Mohon Doa WNI di Malaysia agar Demokrat Berjaya
- Survei Poligov: 80 Persen Masyarakat Tolak Kenaikan BBM