Guru Honorer di Jombang Sama-Sama Minta Sejahtera

Dinamika kesejahteraan bagi pegawai yang berstatus honorer di Kabupaten Jombang kian jauh dari harapan. Polemik ketidakmerataan dalam pengambilan kebijakan menjadi persoalan bagi kalangan honorer dilingkungan pendidikan, Sabtu (08/02/2020).


Golongan honorer K 2 telah mengklaim paling berhak mendapat prioritas berkesempatan masuk dalam perekrutan CPNS dan PPPK. Hal itu sebagaimana diatur dalam PP 48 dan PP 56 Tahun 2012 tentang penerbitan SK untuk Honorer dan juga kesejahteraan penyetaraan gaji.

Kordinator Honorer K2, Ipung Kurniawan mengatakan bahwa yang paling berhak itu honorer k2, karena diatur dalam Peraturan Pemerintah. Dalam PP 48, sejak dilakukan pendataan honorer k2 pemerintah sudah tidak boleh lagi melakukan perekrutan, apalagi menerbitkan SK.

"Jika memang ada penerbitan SK, maka jelas menabrak aturan PP 48 Tahun 2005 dan PP 56 Tahun 2012, serta SE Menpan Tahun 2014 tentang larangan mengangkat honorer dan menerbitkan SK," terang Ipung kepada RMOLJatim.

Kembali, Ipung menegaskan bahwa dari hasil kajian yang dilakukan oleh honorer K 2, justru honorer K 2 itu lebih bisa diterbitkan SK Bupati, karena proses pengangkatannya sebelum ada aturan PP 48 Tahun 2005 dan PP 56 Tahun 2012, serta SE Menpan Tahun 2014.

Satu sisi lain, Honorer non kategori (Honorer Non K) 35 + dan 35 -, mencoba meraih kesejahteraan dengan mendorong diterbitkannya SK Bupati atau SK Kepala Dinas Pendidikan, serta insentif berjenjang yang disesuaikan dengan masa kerja.

Seperti yang disampaikan oleh Iis Wahyuningsih, Kordinator GTKHNK35 pada Kamis, (06/02) kepada RMOLJatim. Dikatakannya, honorer non kategori meminta diterbitkan SK Bupati, mengajukan gaji UMR, BPJS, dan meminta insentif berjenjang sesuai masa kerja, lalu meminta kepada BKD stop perekrutan CPNS jalur umum dan prioritaskan honorer.

Sementara guru honorer di lingkungan pendidikan naungan Kementrian Agama (Kemenag) di Jombang meminta agar ada penyetaraan gaji. Terlebih Guru Agama yang mengajar di SMP dan SD mendapatkan tunjangan dari Bupati, akan tetapi Guru Agama yang mengajar di MI dan MTs tidak mendapatkan tunjangan tersebut.

"Teman teman guru di bawah naungan Kemenag khususnya MI dan Mts itu juga diperhatikan nasib kesejahteraannya," tutur Sukardi, salah satu guru MI yang aktif di Organisasi PERGUNU (Persatuan Guru Nahdlatul Ulama).

Bendahara PERGUNU Kabupaten Jombang ini mengharapkan adanya penyetaraan gaji maupun tunjangan. Kalau guru SD dan SMP ada anggaran Muatan Lokal (Mulok) agama, sedangkan pendidik MI dan MTs juga harus mendapatkan hal yang sama soal anggaran tersebut.

Karena mereka yang mengajar di MI dan MTs, sudah melaksanakan dari dulu, tanpa embel embel minta gaji tambahan. Apa iya, dengan adanya program seperti ini, MI dan MTs malah di tinggal. Terlebih, pembelajaranya MI dan MTs malah lebih luas cakupan materinya," pungkasnya.

ikuti terus update berita rmoljatim di google news