Ini Penjelasan Dimas Kanjeng Soal Emas Batangan Di Rumah Almarhumah Najmia

Sidang dugaan penggelapan dan penipuan yang dituduhkan pada Dimas Kanjeng Taat Pribadi kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Rabu (27/11).


Sayangnya, kedua saksi ternyata tidak hadir. Ketidakhadirannya kedua saksi ini membuat Jaksa Penuntut umum (JPU) M Nizar dari Kejati Jatim, hanya membacakan keterangannya.

Dalam keterangan yang dibacakan jaksa, saksi Najmul, anak kandung almarhum Najmiah mengatakan, pernah diajak ke padepokan Dimas Kanjeng pada Juli 2015 dengan membawa 2 koper berisi uang Rp 2 miliar.

Saksi menyatakan, saat di padepokan tersebut, dirinya melihat Dimas Kanjeng melakukan proses mengeluarkan uang asing dari balik jubahnya.

"Saat itu, terdakwa yang menggunakan jubah hitam, mempraktekkan mengeluarkan uang asing dari balik jubahnya," terang saksi seperti dibacakan jaksa dikutip Kantor Berita

Saksi menyatakan, Najmiah telah memberikan uang sekitar Rp 30 miliar kepada terdakwa, yang berikan secara berkala.

"Pertama menyerahkan uang Rp 6 miliar, sisanya ditransfer melalui rekening milik Suryono sebanyak 21 kali," tambahnya.

Dalam kesempatan sebelumnya, Dimas Kanjeng juga telah menjelaskan beberapa kali mengirim sejumlah dana kepada almarhumah Najmiah.

"Ya karena sudah seperti ibu dan anak itu, pas beliau butuh saya juga bantu Bunda. Jumlahnya sekitar Rp22,5 miliar," tukasnya.

Sementara saksi kedua Abdul Muin Liwa yang merupakan suami Najmiah mengaku pernah mengantarkan koper berisi uang yang tidak diketahui jumlahnya. Abdul Muin diketahui selalu mengantar istrinya tersebut bila berkunjung ke padepokan.

Jaksa yang menanyakan uang yang diterima dari Najmiah, menurut terdakwa semuanya diterima oleh Suryono yang menjabat sebagai Sultan di padepokannya.

"Yang menerima Suryono, lalu diberitahukan kepada saya," ungkap Dimas Kanjeng.

Dimas Kanjeng dalam kesempatan sidang tadi mengakui pernah merima dana sumbangan dari Najmiah sekitar Rp 30 miliar.

"Menurut laporan yang saya terima sekitar Rp 30 miliar, yang menerima Suryono dan saya hanya dilaporin saja," tambahnya.

Disinggung terkait uang mahar Rp 1,8 juta yang ditarik dari calon santrinya, Dimas Kanjeng membantahnya. Ia dengan tegas mengatakan, padepokan yang dipimpinnya tidak pernah meminta uang mahar sebagai syarat utama sabagai santri.

"Padepokan tidak pernah meminta atau memberikan edaran seperti itu. Itu murni sumbangan dari santri dan dana tersebut digunakan untuk perjuangan padepokan," tambah Dimas Kanjeng yang mengaku memiliki santri sekitar 23 ribu orang.

Sementara aset tanah dan 8 unit mobil yang dimiliki padepokan, menurut Dimas Kanjeng murni hibah dari santrinya.

"Aset itu (tanah dan mobil) murni hibah dari santri, sementara operasional selain sumbangan juga ada donatur tetap dari para santri juga," paparnya lebih lanjut.

Terkait susunan kepengurusan padepokan yang kini sudah menjadi yayasan, menurut Dimas Kanjeng, sekarang dipimpin oleh Prof Dr Marwah Daud Ibrahim.

"Pimpinannya Bunda Marwah, di bawahnya ada Sultan yang berjumlah 100 dan tugasnya mengkoordinir santri. Saya sendiri sebagai guru besar," ungkap Dimas Kanjeng lebih lanjut.

Ditanya terkait batangan logam menyerupai emas milik Najmiah, Dimas Kanjeng mengaku almarhumah mengambil sendiri dari Gunung Lawu yang ditemani oleh seorang Sultan.

"Almarhum menemui Abah Kertonegoro untuk mengambil batangan emas itu, dari sana beliau tidak mampir ke padepokan, langsung pulang ke Makassar, saya sendiri tidak melihatnya (emas) langsung," kata Dimas Kanjeng.[aji]

ikuti terus update berita rmoljatim di google news