Jabatan Komisaris di perusahaan-perusahaan berstatus Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dicurigai sebagai bentuk "upah" dari rezim kepada para Buzzer kekuasaan.
- Kemensos Berikan Penghargaan Kepada Pendamping PKH Bondowoso
- DPD PERIKSHA Jatim Warnai Bulan Ramadan dengan Berbagi Keceriaan Bersama Anak Yatim
- Karyawan XL Axiata Gelar Aksi Sosial, Mulai Bedah Rumah hingga Donasi Internet
Bukan tanpa alasan, banyak komisaris yang diangkat oleh Menteri BUMN, Erick Thohir, dianggap tidak memiliki kompetensi di bidangnya.
"Saya menilai tidak pas ya seorang seperti Kemal menjabat komisaris BUMN karena sikapnya yang demikian, melalui twitnya yang menyatakan akan meludahi Anies Baswedan. Maka tidak salah kemudian kalau orang banyak yang menyatakan bahwa komisaris BUMN merupakan bagian dari bagi-bagi kekuasaan," ujar pakar politik dan hukum Universitas Nasional (Unas), Saiful Anam, kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (30/6).
Lanjut Saiful, rangkap jabatan Rektor Universitas Indonesia (UI), Ari Kuncoro yang juga menjadi Wakil Komisaris Utama (Wakomut) BRI adalah contoh nyata "bagi-bagi jatah".
"Lalu bagaimana independensi kampus kalau rektornya saja menjabat komisaris BUMN?" tegas Saiful.
Padahal, semestinya komisaris dan direksi BUMN tidak diisi oleh Buzzer. Karena, bukan menambah untung, tetapi malah menambah buntung BUMN.
"Kecuali memang jika BUMN sengaja ingin memelihara Buzzer kekuasaan agar tidak perlu membayar tunjangan dan fasilitas secara langsung, yakni hanya dengan menggunakan BUMN," pungkas Saiful.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Kaum Difabel Butuh Kaki Palsu, Bersurat Aja ke Pemkot Surabaya
- YMI Salurkan Beasiswa bagi Keluarga Sivitas ITS Terdampak Covid-19
- Lewat Pintu Rafah Mesir, Baznas RI Sukses Kirim Bantuan ke Palestina