Kasatpol PP Surabaya Tak Peduli Dilaporkan Ke Komnas HAM Dan KPK

Kepala Satpol PP Kota Surabaya, Irvan Widyanto tak ambil pusing dengan langkah yang dilakukan pemilik usaha pasar buah Tanjungsari no 77 Surabaya, Ismail yang melaporkan Pemkot Surabaya ke Komnas HAM, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bahkan ke PTUN atas penyegelan tempat usahanya.


Ia menjelaskan, harusnya ditanya dulu laporannya karena pedagang yang dirugikan bukan pengelola, sebab pedagang sudah mengeluarkan biaya yang tidak sedikit untuk menyewa lapak yang ada di sana.

"Harusnya yang dirugikan adalah pedagang bukan pengelola,” katanya.

Ditanya terkait rencana relokasi pedagang, mantan Camat Rungkut ini menyatakan, tidak ada relokasi dari pemkot karena bukan PKL sebab ini adalah jenis izin usaha.

"Kecuali PKL yang jualan di jalan kita upayakan solusinya, kalau ini gudang jangan dijadikan pasar,” pungkasnya.

Seperti diberitakan pemilik usaha pasar buah di Jalan Tanjungsari 77 Kota Surabaya, Ismail melaporkan rencana penyegelan pasar buah yang akan dilakukan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya atas dasar adanya perubahan perizinan dari gudang menjadi pasar ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) di Jakarta, Jumat (2/8) lalu.

Selain lapor ke Komnas HAM, Pemkot Surabaya juga dilaporkan ke KPK dan lapor.go.id yang tembusannya ke Ombudsman RI.

Bahkan pemilik usaha pasar buah di Jalan Tanjungsari 77 Kota Surabaya itu juga sudah melayangkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Surabaya dengan nomer registrasi 103/GPTUN Surabaya.

Ismail berharap dapat mengfasilitasi persoalan yang ada di daerah terkait kewenangan yang melebihi batas.

Adanya pelaporan tersebut berawal dari surat Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Surabya bernomer 503/2734/436/2019 tentang pemberitahuan sanksi teguran tertulis terhadap kegiatan usaha PT. Maju Terus Kawan di Jalan Tanjungsari No.77.

Surat tersebut menyebut bahwa PT. Maju Terus Kawan melanggar perubahan kegiatan/usaha yang semula gedung penyimpanan terhadap buah menjadi pasar buah tanpa dilengkapi izin lingkungan. Hal ini jelas melanggar pasal 9 ayat 1 dan pasal 11 ayat 1 Peraturan Wali Kota Surabaya Nomor 74 Tahun 2016 tentang izin lingkungan. Dengan demikian, Satpol PP akan melaksanakan penyegelan pada 25 Juli 2019.

Namun rencana penyegelan tersebut berganti rapat koordinasi antara Pemkot Surabaya, Polres Pelabuhan Tanjung Perak dan pemilik usaha Pasar Buah Tanjungsari.

Setelah itu muncul Nota Dinas dari Polres Pelabuhan Tanjung Perak bernomer B/ND-223/VII/PAM.3.3/2019/2019/Bagops perihal permintaan personel untuk rencana penyegelan/penutupan pasar buah Tanjungsari oleh Satpol PP yang akan dilaksanakan pada Selasa (6/8).

Dalam hal ini pedagang Pasar Buah Tanjungsari adalah mantan pedagang pasar buah Peneleh yang digusur pada 2010 karena dipaksa masuk ke Pasar Induk yang dibangun swasta. Para pedagang menolak pindah karena lokasinya cukup jauh dan membuat pasar sendiri.

Sejak 2015 adanya Perda Nomor 1 Tahun 2015  tentang pembinaan dan pemberdayaan pasar tradisional, lanjut dia, pihaknya membuat pasar nama Pasar Buah Tanjungsari di Jalan Tanjungsari 47 Surabaya dan menganatongi izin sebagai pasar kawasan.

Pada 2017, para pedagang mencoba untuk berkembang dan menyewa lahan untuk membuat pasar baru di Jalan Tanjungsari 77. Namun setiap mengajukan izin untuk pasar tidak pernah diterima untuk diproses. Padahal kami sudah menyewa lahan Rp 1,2 miliar pertahun.

Untuk mensiasati agar IMB dan perizinan lain keluar dan bisa membangun, lanjut dia, pihaknya kemudian mengubah perizinan menjadi gudang dengan harapan nantinya bisa dirubah menjadi pasar. Proses perizinan berjalan walaupun prosesnya panjang dan butuh waktu lama.

Hanya saja selama Juli 2019, berkali-kali mendapat surat Pemkot Surabaya melalui Satpol PP akan menyegel lokasi Pasar Tanjungsari. Selama itu tidak pernah ada proses mediasi atau pembinaan apalagi pemberdayaan kepada pihak pengelola.[aji

ikuti terus update berita rmoljatim di google news