Kejari Surabaya Tahan Debitur BRI Kasus Kredit Fiktif Rp 10 Miliar

Usai menjebloskan Nanang Lukman Hakim selaku mantan Associate Account Officer (AAO) pada PT BRI (Persero) Cabang Surabaya Manukan Kulon dan Lanny Kusumawati yang berperan sebagai debitur ke dalam jeruji besi, Kejaksaan Negeri (Kejari) Surabaya menjebloskan Agus Siswanto, debitur Bank Rakyat Indonesia (BRI) ke cabang rutan klas I Surabaya di Kejati Jatim.


Kepala Kejari Surabaya, Anton Delianto mengatakan modus yang dilakukan tersangka Agus Siswanto yakni memalsukan beberapa surat penting diantaranya Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP), Tanda Daftar Perusahaan (TDP), dan KTP dengan tujuan untuk mengajukan kredit ke BRI.

"Kami mengamankan beberapa dokumen yang digunakan pelaku untuk melakukan penipuan seperti SIUPP, dan TDP serta KTP palsu," jelas Anton dikutip Kantor Berita , Kamis (25/7) malam.

Namun untuk mendapatkan kemudahan kredit fiktif itu, lanjut Anton, tersangka Agus ini tak melakukan sendirian, ia bekerjasama dengan Nanang Lukman yang menjabat sebagai Associate Account Officer (AAO) di BRI.

"Pelaku mengajukan kredit sebesar Rp 1,8 miliar dengan tujuan kredit untuk usaha tapi oleh pelaku kredit dialihkan ke kepentingan pribadi," pungkasnya.

Seperti diketahui, sebelumnya Kejari Surabaya telah menahan dua orang tersangka yaitu, Nanang Lukman Hakim mantan Associate Account Officer (AAO) pada PT BRI (Persero) di Surabaya dan tersangka Lanny Kusumawati yang berperan sebagai debitur.

Selain itu juga Kejaksaan juga menetapkan tersangka Nur Cholifah yang memiliki peran dalam pembuat dokumen palsu.

Kasus ini sendiri berawal pada tahun 2018. Di BRI Cabang Surabaya Manukan Kulon terdapat proses pemberian Kredit Modal Kerja (KMK) Ritel Max Co kepada sembilan debitur. Pemberian kredit ini diberikan Nanang yang saat itu menjadi AAO. Saat proses pemenuhan persyaratan kredit, Nanang bersekongkol dengan Lanny untuk membuat kredit fiktif.

Dengan modus itu indentitas debitur di palsu, legalitas usaha Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) dan Tanda Daftar Perusahaan (TDP) debitur diduga juga palsu digunakan untuk mark up (penggelembungan) agunan dan penggunaan kredit tidak sesuai dengan tujuan kredit.

Dalam menjalankan aksi itu Nanang tidak melaksanakan tugasnya sebagai AAO, yang seharusnya melakukan pengecekan atas syarat akad kredit. Namun setelah kredit cair, baik Nanang maupun Lanny serta pihak-pihak lain turut menikmati pencairan kredit fiktif tersebut. Hal ini membuat negara mengalami kerugian mencapai Rp 10 miliar.[aji

ikuti terus update berita rmoljatim di google news