Mak Susi Minta Pengadilan Hentikan Kasusnya- Ini Alasannya

Tri Susanti alias Mak Susi mengajukan eksepsi atau tanggapan atas surat dakwan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Jatim. Melaui tim penasehat hukumnya, Mak Susi menyebut surat dakwaan jaksa disusun secara tidak jelas dan cermat.


Jaksa juga dinilai tidak menguraikan bahwa isi pesan yang dikirimkan terdakwa melalui grup WhatsApp tersebut, merupakan pemicu kerusuhan yang terjadi di Manukwari Papua Barat, pada 19 Agustus 2019 lalu.

"Pesan yang dikirim oleh terdakwa tidak berdampak apa-apa, jangankan di Papua, di Surabaya saja tidak ada dampak. Karena isi pesan terkirim diperuntukan hanya untuk pihak internal dalam group saja. Artinya, isi pesan terdakwa tidak ada hubungan hukum dengan kerusuhan yang terjadi di Manukwari,"sambung Sahid.

Oleh karena surat dakwaan jaksa dinilai cacat formil dan materiil, tim penasehat hukum Mak Susi memita agar perkara ini tidak dilanjutkan ke pembuktian pokok perkara.

Menanggapi eksepsi tim penasehat hukum terdakwa, tim jaksa dari Kejati Jatim mengajukan tanggapan yang bakal dibacakan pada agenda sidang Rabu (2/112/2019) mendatang.

Sama dengan Mak Susi, terdakwa Andria Adiansah (berkas perkara terpisah) juga mengajukan eksepsi yang menyoal tentang kewenangan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dalam mengadili perkara kliennya.

Hal itu mengacu pada locus delicti (tempat) terjadinya perkara) tidak berada di Surabaya, melainkan di Kebumen.

"Sesuai locus delictinya, PN Kebumen lah yang berwenang mengadili perkara ini. Hal ini mengacu pada pasal 84 ayat 1 KUHAP," urai tim penasehat hukum terdakwa Andria.

Berulang kali, tim mengatakan bahwa konten Youtube berjudul 'Tolak Bendera Merah Putih, Asrama Papua Digeruduk Warga' yang diunggah terdakwa, dilakukan saat terdakwa berada di rumahnya, yang masuk wilayah hukum Kebumen.

Oleh jaksa, Mak Susi didakwa melanggar pasal 45A ayat (2) Jo pasal 28 ayat (2) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), pasal 160 KUHP, pasal 14 ayat (1) ayat (2) dan pasal 15 UU Nomor 1 tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana.

Selain Mak Susi, Polda Jatim juga menetapkan tersangka lain, yakni Syamsul Arif. Pria yang berprofesi sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) di salah satu kecamatan di Kota Surabaya ini, diduga telah melontarkan ujaran rasial terhadap mahasiswa Papua.

Syamsul disangkakan dengan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Rasis dan Etnis, dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 500 juta.

Kemudian, Andria Adrianyah, yang merupakan seorang Youtuber asal Kebumen, Jawa Tengah. Ia dijerat pidana, lantaran diduga telah mengunggah konten kerusuhan Asrama Papua, tidak sesuai faktanya, ia pun disangkakan dengan Pasal 28 ayat 2 dan Pasal 45 ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang ITE.

Ada pula tersangka atas nama Veronica Koman. Ia ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Jatim karena dianggap telah menyebarkan hoaks dan provokasi insiden Asrama Mahasiswa Papua di Surabaya.

Pengacara hak asasi manusia yang berfokus kepada isu-isu Papua, ini pun dijerat dengan undang-undang berlapis, yakni, UU ITE, KUHP pasal 160, UU no 1 tahun 1946 dan UU no 40 tahun 2008.[bdp]

ikuti terus update berita rmoljatim di google news