Munculnya Risalah Bangkalan Puncak Kekecewaan Atas Kepemimpinan Gus Yahya di NU

Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Yahya Cholil Staquf/Net
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), KH Yahya Cholil Staquf/Net

Jurubicara Presiden keempat RI KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Adhie M. Massardi menyebut munculnya Risalah Bangkalan yang mengusulkan pelaksanaan Muktamar Luar Biasa Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), merupakan puncak kekecewaan atas kepemimpinan KH Yahya Cholil Staquf. 


Pada Risalah Bangkalan itu memuat empat poin penilaian warga nahdliyin terhadap PBNU era Gus Yahya. Ini sekaligus memperjelas ketidakberesan kepemimpinan yang terpilih melalui Muktamar ke-34 PBNU di Lampung tahun 2021.

"Hasil Muktamar Lampung menimbulkan sejumlah persoalan. Pertama mekanisme muktamarnya, pemilihannya juga kontroversi. Sehingga menurut saya kalau prosesnya tidak wajar maka hasilnya juga tidak wajar," ujar Adhie melansir RMOL, Rabu (11/9).

"Ketidakwajaran pertama, ketika hasil Muktamar Lampung melahirkan tokoh baru kalangan nahdliyin yaitu Erick Thohir. Sehingga dari situ mulai lah kelihatan bahwa PBNU sudah main politik praktis," sambungnya mengurai persoalan.

Adhie mengatakan, ketika Erick Thohir didaulat sebagai bagian dari PBNU, waktunya bertepatan dengan pelaksanaan tahapan Pilpres 2024.

Menurutnya, ada kepentingan Erick Thohir bergabung dalam kepengurusan PBNU era Gus Yahya, tepatnya dipercayakan sebagai Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam).

"Erick Thohir mau mengambil suara nahdliyin lewat organisasi PBNU. Dan ini kemudian terus berjalan, dimana perjalanan Erick Thohir dengan PBNU itu menjadi sangat politis. Sampai-sampai peringatan 100 tahun NU itu juga dipolitisasi untuk melahirkan kandidat pilpres Erick Thohir," kata Adhie.

Sejak saat itu, Adhie mendapati kegelisahan di kalangan para ulama NU dan warga nahdliyin semakin menguat sampai sekarang ini. Bahkan, muncul anggapan PBNU sudah menjadi seperti partai politik.

"Padahal PBNU tidak punya otoritas memilih calon presiden," sambungnya menegaskan.

Kemudian menjadi sangat politis lagi, menurut Adhie, ketika PBNU ingin menarik PKB menjadi sub koordinasinya, dengan cara mengintervensi pilihan politik dalam mencalonkan presiden dan wakil presiden di Pilpres 2024.

"Padahal menurut Khittah 1926, PBNU bergerak di bidang pendidikan, dakwah dan pengembangan pesantren, sedang PKB sendiri adalah politiknya kaum nahdliyin," sambung Adhie.

"Dari gerakan-gerakan itu sangat terasa sekali bahwa PBNU hasil Muktamar Lampung muncul sebagai kekuatan politik praktis atau organisasi politik praktis," tambahnya.

ikuti terus update berita rmoljatim di google news