Pelaporan ‘Surat Palsu KPK’ Bupati Blitar Janggal

Pelaporan kasus surat palsu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap aktivis antikorupsi Blitar, Mohammad Trijanto, dinilai bernuansa politis.


Sholeh membeberkan, kejanggalan pertama, pelaporan tersebut diwakili Kabag Hukum Pemkab Blitar Agus Sunanto yang sekaligus kuasa hukum Bupati Rijanto.

"Ini kasus bukan perdata, meski KUHP tidak melarang, tapi harus dipahami bahwa yang dirugikan adalah Bupati Blitar, seharusnya pelapor yang bersangkutan sendiri,” terang Sholeh.  

Kejanggalan kedua, dalam laporan nomor B/315/X/2018/SPK/Jatim/Res Blitar, tanggal 16 Oktober 2018, tapi surat panggilan yang dilayangkan pada Trijanto tertanggal 16 Oktober.

Sholeh menduga, Bupati Blitar sebagai pelapor yang diwakili tidak pernah diperiksa. Seharusnya dilakukan penyelidikan dulu, baru ditingkatkan ke penyidikan.
 
"Dalam surat panggilan tertulis untuk kepentingan penyidikan. Ini sangat janggal. Bagaimana bisa surat panggilan langsung penyidikan. Seharusnya dari laporan tanggal 16 Oktober dilakukan penyelidikan terlebih dahulu,” tegasnya.

Ditambahkan Sholeh, dalam penyelidikan polisi bisa memeriksa pelapor atau Sekda atau saksi lain. Tapi hal ini tidak dilakukan oleh pihak kepolisian.

"Artinya polisi tidak mempunyai alat bukti. Kasus ini bukan berdasarkan fakta hukum tapi kerja dukun,” sindirnya.

Sholeh menyimpulkan, pelaporan surat palsu KPK merupakan bentuk kriminalisasi terhadap pegiat antikorupsi. Ini nuansa politiknya sangat kental dibanding hukumnya. Polisi harus hati-hati, apalagi ini memsuki tahun politik,” ucapnya.

Menurut Sholeh, pelaporan terhadap aktivis antikorupsi tidak sesuai dengan semangat Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.

Seperti diketahui, baru-baru ini Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 43 tahun 2018 terkait imbalan uang Rp 200 juta bagi masyarakat yang turut berperan melaporkan dugaan tindak pidana korupsi. Sayangnya, hal ini tidak berjalan sama sekali.

"Pelapor korupsi justru dikriminalisasi. Soal surat palsu KPK, seharusnya bupati tidak perlu marah. Yang dikatakan Blitar heboh gara-gara itu (surat palsu), saya melihatnya tidak heboh. Tidak ada kerusuhan di Blitar,” tambahnya. 

Rencananya Sholeh bersama kliennya akan memenuhi panggilan Polres Blitar, Senin (22/10). "Kami akan datang memenuhi panggilan sekaligus mempertanyakan kejanggalan pelaporan tersebut,” tutupnya.

Seperti diberitakan, Pemkab Blitar dihebohkan adanya surat panggilan dari KPK. Panggilan terkait dugaan kasus gratifikasi itu ditujukan kepada Bupati Blitar Rijanto, Ketua DPRD Kabupaten Blitar Suwito Saren Satoto, dan staf Dinas PUPR.

Diketahui surat panggilan itu palsu. Bupati kemudian memutuskan melaporkan dugaan penyebaran kabar bohong (hoax) ke Polres Blitar.[aji

 

ikuti terus update berita rmoljatim di google news