Rumah Steven Sukha Hariyadi di Perum Lembah Harapan Surabaya pada Minggu 4 Mei 2025, nampak sepi. Di rumah ini, bulan lalu, para penghuninya berduka.
- Tiga Pelajar SD di Jember Terseret Banjir Saat Main di Selokan, Satu Tenggelam
- Rumah Warga Kedungputri Ludes Dilalap si Jago Merah
- Tunjungan Plaza Terbakar, Pemkot Surabaya Kerahkan 28 Unit Mobil Pemadam
Seorang pria berusia paruh baya dan istrinya keluar. Dengan ramah mereka mempersilahkan masuk.
Pasutri itu bernama Tanu Hariyadi dan Christine. Sebelum menemui tamunya, Christine ijin berdoa di depan altar anaknya. Di hadapannya terpampang foto Steven Sukha Hariyadi semasa hidup.
"Saya ijin berdoa dulu ya," ujar Christine dengan ramah sembari menyalakan dupa.
Kendati demikian, kedua pasutri tersebut tidak bisa menyembunyikan kesedihan mendalam. Baik Tanu maupun Christine matanya terlihat sembab setiap kali menceritakan kejadian nahas yang dialami putra ragil mereka, Steven Sukha Hariyadi.
"Almarhum Steven berusia 15 tahun. Dia harapan kami sebagai satu-satunya anak laki-laki. Ketika kami nanti sudah tua, harapan kami ada pada anak laki-laki. Tetapi sekarang dia sudah tidak ada," Tanu berkata dengan mata berkaca-kaca.
Steven Sukha Hariyadi diketahui adalah siswa SMPK Angelus Custos kelas 9B. Steven anak ketiga. Anak pertama Tania Sidharta Hariyadi. Anak kedua Jaisen Angelina Hariyadi.
Sebelum lulus tahun ini, orangtuanya sudah mendaftarkan Steven di SMAK Frateran. Masih satu kompleks. SMPK Angelus Curtos dan SMAK Frateran berada dalam satu yayasan yakni Yayasan Mardi Wiyata.
"Saya sudah mendaftarkan Steven di SMAK Frateran. Karena kakak-kakaknya juga sekolah di sana," cerita Tanu.
Kepada RMOLJatim, Tanu lantas menceritakan kronologi kematian anak tercintanya. Dengan penuh haru, Tanu menguatkan diri bercerita didampingi Christine yang duduk di sebelahnya sembari memegang potret almarhum dan tak henti-hentinya mengusap air matanya.
Menurutnya, saat itu Steven dan beberapa temannya sedang ada tugas kelompok latihan Ujian Praktek (Uprak) Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan (PJOK).
Sebelumnya Steven dan kelompoknya hendak mengerjakan tugas di rumah temannya di daerah Kenjeran. Bahkan sempat meminta ijin pada Wakil Kepala Sekolah Bagian Kurikulum dan Guru IPA, Fisika. Namun Steven dan teman-temannya dilarang dan disarankan untuk mengerjakan Uprak PJOK di sekolah saja. Bahkan Wakil Kepala Sekolah menjanjikan akan memfasilitasi.
Pada 28 Maret 2025, bertepatan dengan hari libur sekolah, almarhum Steven berpamitan pergi ke sekolah SMPK Angelus Custos.
Sekitar Pukul 11.23 WIB pagi, Almarhum dan teman-temannya berkumpul SDK Santo Xaverius Surabaya, Jalan Kepanjen No. 12, Surabaya, dan hendak menuju kelas 9 B SMPK Angelus Custos. Akan tetapi tangga untuk menuju kelas 9 B dalam keadaan tertutup.
"Sesampai di sana, kelas sekolah tutup. Mereka kemudian pergi ke lapangan SMPK Angelus Custos dan ternyata ada kakak kelas SMAK Frateran sedang menggelar latihan P5. Mereka akhirnya memutuskan latihan Gazebo SMAK Frateran Lantai IV," kata Tanu.
Di Gazebo SMAK Frateran Lantai IV, almarhum Steven menggelar latihan Uprak PJOK. Di sela-sela latihan Steven sempat melompat ke genteng belakang Gazebo. Dan di situlah dia terkena tersengat tembaga AC dalam keadaan terkelupas.
"Dia sempat melompat ke pagar. Kemudian melewati AC. Kemungkinan ingin mengambil posisi untuk pengambilan gambar. Tetapi nahas, dia malah kesetrum. Kesaksian teman-temannya Steven sempat teriak 'aku kesetrum lalu mematung'. Sekitar 40 detik Steven dan jatuh. Kepalanya terbentur pagar," urai Tanu.
Pria yang berprofesi sebagai advokat ini melanjutkan cerita, setelah anaknya jatuh dan tidak sadarkan diri, teman-temannya dan tiga kakak kelasnya dari SMAK Frateran langsung menolong.
"Setelah Steven diangkat dan dipindahkan ke gazebo, korban kemudian langsung dilarikan ke Rumah Sakit Adi Husada Undaan Wetan," tandas Tanu.
Meski sempat dilakukan penyelamatan, namun sayang nyawa Steven tidak tertolong. Sekitar pukul 12.35 WIB, pihak RS Adi Husada menyatakan Steven meninggal dunia. Sementara teman-teman Steven dan kakak kelasnya berusaha menghubungi kakak Steven dan mengabarkan kejadian nahas tersebut.
Kejadian ini langsung membuat Tanu dan Christine shock. Mereka tidak menyangka anaknya yang berangkat sekolah dalam keadaan segar bugar diketahui sudah meninggal dunia secara tragis.
Sewaktu jenazah dibawa ke rumah duka Adijasa di Jalan Demak 90-92, Surabaya, Tanu sempat meminta pihak Adi Jasa yang memandikan jenazah anaknya untuk mengambil gambar. Saat itu diketahui pada jasad Steven terlihat memprihatinkan. Bibirnya berwarna biru. Seluruh tubuhnya tampak bercak merah, luka pada lengan kiri dan kedua kaki luka.
"Sepertinya sel-selnya pecah atau apa karena kesetrum," kata Tanu sembari menunjukkan foto jasad korban.
Kejadian ini sudah tentu membuat mental seluruh keluarga drop. Bahkan Christine saking tidak bisa menerima keadaan sempat menenggak banyak obat untuk mengakhiri hidupnya. Beruntung hal itu langsung diketahui Tanu dan berhasil dicegah.
Pasca kejadian itu, Tanu berusaha untuk mendapatkan keterangan dari pihak sekolah. Dia sempat menghubungi melalui pesan WhatApp, tetapi tidak mendapatkan jawaban kronologi dan bahkan hanya dibaca saja.
"Saya hanya ingin tahu detail peristiwa yang dialami anak saya dan bagaimana tanggungjawab dari pihak sekolah. Bahkan saat saya berkunjung ke sekolah, mereka kurang merespon. Pihak sekolah tidak mempunyai ketulusan untuk mengakui kekeliruannya dan penyesalan berduka cita. Mereka tidak datang ke rumah. Padahal seluruh teman-teman almarhum datang ke rumah. Sebaliknya pihak sekolah tidak ada empati sama sekali," tutur Tanu.
Karena kecewa, pada 10 April 2025, Tanu akhirnya memutuskan untuk melaporkan kejadian ini ke Polrestabes Surabaya dengan Laporan Pengaduan Masyarakat Nomor: LPM/549/IV/2025/SPKT/POLRESTABES SURABAYA.
"Kami berharap ada keadilan untuk kejadian yang menimpa anak kami," harap Tanu.
Selain melaporkan ke pihak berwenang, Tanu juga berkirim surat ke Pemkot Surabaya dan dinas terkait agar permasalahan yang dihadapinya dapat menjadi perhatian.
Hingga berita ini diturunkan, pihak sekolah SMPK Angelus Custos belum bersedia memberikan klarifikasi.
"Mohon maaf kami belum bisa memberikan klarifikasi. Karena bukan kewenangan kami. Tapi akan kami koordinasikan dengan kepala sekolah dan tim kuasa hukum. Kami nanti pasti berikan klarifikasi," kata Waka Kesiswaan SMPK Angelus Custos, Triduo Yunani atau akrab disapa Marcel.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Seorang Gadis Tewas Gantung Diri Usai Terima Lamaran Pria
- Warga Sumberbondo Digegerkan dengan Penemuan Mayat Mengambang
- 41.900 Pemudik Tinggalkan Jakarta di Puncak Arus Mudik