Pemecatan Said Didu Bukti Rezim Jokowi Antikritik

Rezim Joko Widodo antikritik dibuktikan dengan pemecatan Muhammad Said Didu dari posisi komisaris PT Bukit Asam Tbk (PTBA).


"Tidak etis. Ini menunjukkan rezim ini antikritik," ujar Syafti Hidayat dilansir Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (29/12).

Permintaan agar Said Didu dicopot disampaikan langsung oleh PT Inalum (Persero) yang merupakan pihak "pemborong" ke-51,2 persen saham PTFI senilai 3,85 miliar dolar AS. Usul PT Inalum disampaikan dalam sepucuk surat benomor 930/L-Dirut/XII/2018 yang ditujukan kepada Pimpinan RUPS Luar Biasa PTBA.

Adapun mengenai Said Didu disebutkan dalam surat itu, diberhentikan "karena sudah tidak sejalan dengan aspirasi dan kepentingan Pemegang Saham Dwi Warna". Namun tidak dijelaskan lebih rinci.

Spekulasi yang berkembang, Said Didu bersikap kritis terkait akusisi 51 persen saham Freeport Indonesia oleh pemerintah. Hal ini memunculkan anggapan alasan pencopotan Said Didu dari komisaris PTNA.

Said Didu membeberkan panjang lebar alasan pengambilalihan Freeport oleh Inalum melalui kultwit dengan hastag simalakama. Dalam kultwit sebanyak 100 cuitan itu, Said Didu menjelaskan proses dan latar belakang pembelian 51 persen saham Freeport Indonesia oleh Inalum.

"Kenapa harus dibeli? Ada 2 penafsiran tentang hal ini. Pihak kesatu menyatakan bahwa sebaiknya tunggu saja kontrak habis tahun 2021 maka akan kembali ke pemerintah secara gratis. Pihak kedua lain berpendapat bahwa karena sesuai kontrak maka tidak bisa diperoleh gratis,” ciut Said.

Mencermati fakta-fakta tersebut, Syafti menilai pemecatan Said Didu sebagai bukti bahwa rezim Jokowi lebih otoriter dibandingkan dengan rezim orde baru. Makanya, Jokowi harus dikalahkan pada Pilpres 2019.

"Ini ancaman serius bagi demokrasi di Indonesia. Rezim antikritik dan antidemokrasi ini harus diakhiri," tutupnya.[aji

ikuti terus update berita rmoljatim di google news