Pengusaha Ngarep Insentif Pemerintah

Pengusaha berharap pemerintah memperlonggar aturan terkait kegiatan ekspor. Dengan demikian, mereka bisa menggenjot ekspor guna membantu pemerintah dalam meningkatkan devisa.Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga mengatakan, pengusaha akan mendukung pemerintah untuk meningkatkan devisa.


Ia mengatakan, salah satu con­toh kemudahan yang mesti di­lakukan pemerintah adalah den­gan mengevaluasi kebijakan.

"Sekarang kami mau ting­katkan ekspor. Tapi masih ada aturan yang menyulitkan. Pung­utan masih besar. Itu kami minta diperlonggar," ungkapnya.

Ekspor akan cepat berkem­bang jika pemerintah berani mengevaluasi kebijakan yang menghambat ekspor. Apalagi, Indonesia memiliki kesempatan untuk tumbuh besar.

"Gimana keberanian pemerintah. Kalau ada insentif lebih baik," tuturnya.

Ia berharap, pemerintah mulai memberikan perhatian khusus kepada industri minyak goreng untuk menjaga agar harga dan ekspor tidak merosot. Pemerintah juga perlu membuat kebijakan untuk meningkatkan produksi dan konsumsi di dalam negeri.

Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat menyebutkan, pemerintah Indo­nesia harus pandai dalam me­manfaatkan kondisi global guna memacu ekspor dan menggenjot penerimaan devisa. Salah satunya dengan menangkap peluang bisnis yang ditinggalkan oleh China.

"China sedang memperketat aspek lingkungan di industrinya, seperti di sektor tekstil. Makanya kita harus manfaatkan itu untuk ambil pasar yang ditinggalkan melalui sejumlah perjanjian dagang," ujarnya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, ekspor diperkirakan akan terpengaruh dari sentimen eksternal. Yakni perkiraan pertumbuhan volume perdagangan dunia yang tumbuh tidak setinggi tahun sebelumnya sehingga menjadi tantangan dalam kinerja ekspor.

"Ekspor kita cukup tinggi namun impor kita juga tinggi. Tahun depan relatif lebih lemah karena ada risiko ini," katanya.

Untuk diketahui, pertumbuhan ekspor tahun 2019 ditargetkan sebesar 6,6 persen. Hingga semes­ter I-2018, ekspor hanya tumbuh sebesar 6,9 persen. Sementara impor pada tahun 2019 diproyeksi tumbuh sebesar 7,4 persen.

Hingga semester I-2018, per­tumbuhan impor tercatat sebe­sar 13,9 persen. "Oleh karena itu, diperlukan kebijakan yang dapat mendorong pertumbuhan ekspor Indonesia lebih tinggi," ungkapnya.

Sebelumnya, Menteri Per­industrian Airlangga Hartarto menyebutkan, sektor industri sangat berkontribusi dalam pen­capaian ekspor nasional. Kontri­busi ekspor sektor industri terus mengalami peningkatkan.

Total ekspor pada semester I-2018 sebesar 63,01 miliar dolar AS. Sedangkan pada periode yang sama tahun lalu hanya 59,81 miliar dolar AS. Artinya kenaikan ekspor sektor industri mencapai 5,35 persen.

"Kontribusi industri itu tertinggi dibandingkan sektor yang lain dan kalau kita lihat pertum­buhan kuartal per kuartal itu terjadi peningkatan," ujarnya.

Airlangga menuturkan, dari capaian ekspor sektor industri sebesar 110,50 miliar dolar AS pada 2016 diperkirakan pada 2019 akan meningkat menembus 143,32 miliar dolar AS. "Kontri­busi industri di dalam PDB itu sebesar 19,8 persen. Kedua itu pertanian 13,63 persen dan perda­gangan 12,9 persen," imbuhnya.

Sementara, jika dilihat dari neraca perdagangan, industri sudah cukup positif. Khususnya untuk barang-barang kayu, ba­rang kertas, furniture, dan barang pakaian jadi pada 2018 lebih tinggi dari 2017. [

]

ikuti terus update berita rmoljatim di google news