Situasi serba tidak menentu di tengah wabah pandemi Covid-19 ini. Tentu semua berkaitan sangat erat bahkan bak tampak jeda atau jarak, gesekan sosial ekonomi pasti terjadi. Di sinilah peran wartawan hadir untuk membuat suatu narasi berita yang update meski nyawanya pun sebenarnya terancam dari paparan virus corona.
- Pemkot Surabaya Buka 1.560 Formasi CPNS-PPPK 2021, Ini Rinciannya
- Pasca Terindikasi Penjualan Satwa, Inspektorat Lakukan Audit di Madiun Umbul Square
- Temui Peternak Lele Di Malang Raya Saat Pandemi, Politisi Demokrat: Mereka Butuh Bantuan Modal Pemerintah
Secara individual sebenarnya sangat dipahami akan ancaman itu. Namun apa boleh buat panggilan jurnalistiknya lebih kuat daripada resiko kesehatan dengan melepas semua kecemasan didalam benak para kuli tinta itu sendiri. Dampaknya pun jelas yakni depresi luar biasa.
Menanggapi dilema tersebut Drg Indah Pratiwi Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Ngawi mencoba memberikan solusi dan antisipasi terjadinya gangguan kejiwaan atau psikologi.
Menurut Indah, depresi tidak memandang usia apalagi di tengah situasi pagebluk Covid-19 disadari atau tidak pasti akan merasakan. Namun depresi sejatinya bermacam klaster sesuai kategorinya bisa ringan, sedang dan berat. Untuk profesi wartawan memang diakui sangat rentan adanya gangguan kejiwaan dalam menghadapi pandemi Covid-19 ini.
"Wartawan ini jika dilihat dari profesinya dan dari penelitian-penelitian memang beresiko tinggi terjadinya gangguan jiwa dan depresi mengingat kerjanya sangat berat. Karena mereka harus keluar untuk mencari berita sesuai tuntutan dari redaksinya masing-masing bahkan mereka dikejar deadline," ungkap Indah, Sabtu (16/5).
Ditegaskan, wartawan setiap saat harus kontak dengan bermacam orang sesuai kebutuhan narasi beritanya. Apalagi ditengah situasi pandemi seperti ini jelas tidak tahu apakah orang yang diajak komunikasi itu terpapar virus corona atau tidak. Parahnya lagi, meski beresiko berat sudah tidak menjadi rahasia lagi pada waktu peliputan tidak dilengkapi alat pelindung diri (APD) yang memadai.
"Disisi lain yang harus diperhatikan secara personal pasti si wartawan ingin beritanya mendapat rating dan berbobot. Dibalik tuntutan yang besar itu jika tidak dibarengi dengan sesuatu yang memadai atau layak dengan resikonya jelas akan berpotensi depresi," paparnya lagi.
Untuk itu Indah mengharapkan, perlu adanya konseling dan pendampingan atau paling tidak ada tempat untuk curhat untuk mengurangi beban psikis. Semua itu dilakukan sebagai deteksi dini terhadap gangguan jiwa berat atau yang disebut dengan Desi Gawarat.
Ia secara terbuka memberikan ruang khusus bagi insan pers untuk melakukan konsultasi jiwa. Untuk di Ngawi beber Indah bisa menghubungi Dr Kardimin yang merupakan seorang psikiater dan dokter jiwa di RSUD dr Soeroto.
"Untuk mendeteksi dini akan depresi kita menyediakan 20 pertanyaan jika ada 6 pertanyaan dijawab iya maka secepatnya dilakukan terapi dan konseling jangan sampai hal itu berlanjut," ulasnya.
Terkait Desi Gawarat jelas Indah sengaja ia menciptakan dalam bentuk syair yang berisikan pesan-pesan motivasi agar hidup ini dipenuhi dengan kegiatan positif. Bahkan dengan karyanya tersebut menyabet juara 2 ditingkat Jawa Timur pada 2019 lalu. Pesan Indah, semua profesi seberat apapun itu harus disyukuri dan terpenting adalah percayakan bahwa Tuhan YME mengasihi umatnya.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Ayam Teriyaki, Menu Bergizi SPPG Fatayat Jawa Timur Disukai Anak-anak
- Liburan Natal dan Tahun Baru, Penitipan Anjing Bag Hotel Bintang Lima di Surabaya Kebanjiran Order
- PSEL Benowo Dipuji Jokowi, Wali Kota Eri: Berkat Bimbingan Risma dan Berjuang Tanpa Lelah