Gibran Rakabuming Raka dan Ipuk Fiestiandani merupakan bukti dinasti politik mulai menjamur di Pilkada serentak 2020.
- Wali Kota Eri Audiensi dengan Kejati Jatim, Siap Dukung Aplikasi E-Laksa
- Ganjar Pranowo Diklaim Siap jadi Capres dari Luar PDIP
- PKB Janji BBM Gratis Jika Cak Imin Menang, PDIP Jatim: Tak Rasional, Bisa Tingkatkan Polusi Udara
Gibran menjadi kader instan PDIP dan didapuk sebagai calon Walikota Solo karena putra sulung Presiden Joko Widodo. Sedangkan Ipuk diusung PDIP menjadi calon Bupati Banyuwangi karena dia istri Bupati Abdullah Azwar Anas.
Di Banten, dinasti politik Ratu Atut Chosiyah dengan bendera Partai Golkar terlihat sangat jelas. Mereka duduk di berbagai posisi strategis dan kunci di pusat pemerintahan Banten.
Anak pertama Ratu Atut ini menjabat Wakil Gubernur Banten periode 2017-2022. Andika sebelumnya duduk sebagai anggota DPR RI dari Golkar.
Anak kedua Ratu Atut itu kini menjadi Wakil Ketua DPRD Banten. Ia kini siap-siap ke Senayan lewat jalur DPD untuk periode 2019-2024.
Bahkan, Jaman merupakan adik tiri Atut. Ia menduduki jabatan Wali Kota Serang periode 2013-2018. Jaman merupakan Wali Kota Serang dua periode.
Airin saat ini menjabat Wali Kota Tangerang Selatan periode 2016-2021. Airin merupakan istri adik Atut, Wawan. Dan masih banyak lagi.
Aktivis Kelompok Kajian Jumat Malam (K-Jam), Toni Widiajaya menilai, munculnya dinasti politik karena kebanyakan Parpol sengaja bermain aman di wilayah itu. Sehingga wajar saja jika masalah kekosongan kader terjadi di banyak Parpol terutama PDIP sebagai partai penguasa.
“Tidak seperti era Jokowi yang mulai dari bawah, dan memang idealnya seperti itu. Tapi yang terjadi selanjutnya tidak begitu. Kini, umumnya Parpol lebih bersifat sebagai kendaraan belaka dengan metode transaksional bagi tokoh yang dianggap layak untuk menjadi walikota, bupati dan seterusnya,” kata Toni pada Kantor Berita RMOLJatim, Jumat (24/7).
Toni menyebut, di era reformasi, demokrasi justru menjadi sebuah keniscayaan. Tokoh-tokoh yang popular dan banyak uang berpotensi untuk menciptakan politik transaksional.
“Ini resiko demokrasi. Tokoh populer dan berduit lebih punya potensi menjadi calon dari partai. Alih-alih mengusung calon internal yang disiapkan punya visi bagus tapi tidak punya uang,” tandas mantan aktivis 90an ini.
Lanjut Toni, bagi beberapa partai memang lebih aman bermain di level ini. Artinya Parpol lebih aman melanggengkan politik dinasti.
“Jadi inilah tontonan demokrasi kita. Tidak mendidik tapi realita. Untuk itu perlu didorong partai menjadi professional. Adakah partai yang serius melakukan edukasi politik bagi masyarakat?” Demikian Toni.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Kader PPP Beri Cincin yang Pernah Dipakai Anies ke Sandiaga, Doakan Maju Pilpres 2024
- Tuntaskan Vaksinasi, Kemendikbudristek Ingin Hadirkan Sekolah yang Aman dan Nyaman Saat Pandemi
- BEM UI Bakal Turun Demo Lagi, Keputusannya Usai Kongres Rakyat