DI dalam rangkaian kisah Wayang Purwa, tampil seorang ksatria bernama
Palgunadi yang layak diangkat sebagai suri teladan semangat belajar
mandiri tanpa putus asa.
Danuweda
Alkisah Palgunadi
mencari Danuweda sebagai ilmu memanah sakti mandraguna tiada tandingan
di marcapada. Hanya seorang mahapemanah yang menguasai kesaktian
Danuweda yaitu Resi Dorna yang mengabdi sebagai mahaguru ilmu memanah di
kerajaan Hastinapura.
Di padepokannya,
Palgunadi membuat sebuah patung Resi Dorna dan belajar memanah kepada
patung tersebut. Meski dianggap gila, Palgunadi tekun mempelajari ilmu
memanah secara otodidak berbekal semangat belajar mandiri tanpa putus
asa pada patung Resi Dorna sehingga akhirnya menguasai ilmu memanah
kesaktian mandraguna Danuweda.
Ternyata Palgunadi berhasil mengalahkan Arjuna secara telak dengan tehnik memanah gaya Danuweda yang luar biasa sakti mandraguna. Arjuna marah kepada Resi Durna yang telah bersumpah hanya akan mengajarkan Danuweda kepada Kurawa dan Pandawa di mana Palgunadi memang tidak tergolong.
Resi Durna ketakutan kehilangan jabatan Profesor Memanah di universitas kerajaan Hastinapurna maka memaksa Palgunadi untuk memotong dua ibu jarinya sebagai bukti bahwa Palgunadi mustahil akan mampu lagi memanah.
Akibat setia kepada mahagurunya, Palgunadi yang setia kepada mahagurunya melakukan perintah mahagurunya untuk memotong dua ibu jarinya. Kemudian Palgunadi kembali ke padepokan memanahnya untuk kembali secara otodidak tekun dan disiplin mempelajari ilmu memanah tanpa menggunakan ibu jari di depan patung Dorna.
Setahun kemudian Palgunadi ikut serta dalam Hastinapura Games cabang memanah di mana diyakini bahwa Arjuna akan berjaya meraih medali emas.
Meski kedua ibu jari Palgunadi sudah tiada, namun
akibat semangat belajar mandiri tanpa putus asa, ternyata kembali
Palgunadi mampu secara telak mengalahkan Arjuna.
Di dunia olahraga, saya tidak pernah berhenti menghargai, menghormati dan mengagumi Tan Joe Hok dan Ferry Sonnevile dkk yang atas upaya dan biaya mandiri tanpa dukungan pemerintah berhasil merebut piala Thomas Cup di Singapura pada tahun 1958.
Para beliau membuktikan bahwa yang menentukan
keberhasilan manusia dalam berkarsa dan berkarya pada hakikatnya bukan
lembaga pendidikan namun semangat belajar mandiri tanpa kenal putus asa.
Namun tentu saja makin elok dan indah apabila semangat belajar mandiri
tanpa putus asa didukung oleh negara dengan sistem dan lembaga
pendidikan tanpa biaya bagi seluruh rakyat Indonesia sesuai dengan sila
Keadilan Sosial Untuk Seluruh (bukan sebagian) Rakyat Indonesia.
MERDEKA! [***]
Penulis adalah pembelajar apa yang disebut sebagai pendidikan
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Menafsirkan Implikasi Survei Biaya Hidup
- Tahun Berburu Uang Melalui IPO
- Rizal Ramli di Tengah Dua Cucu Negarawan Besar Soekarno dan Margono