Sikap Nahdlatul Ulama saat ini tampak keras terhadap
pemerintahan Joko Widodo dan Maruf Amin. Hal itu tampak dari sejumlah
pernyataan pihak NU yang menyinggung pemerintah mengenai adanya
ketimpangan antara si miskin dan si kaya.
- Golkar Anggap Isu Munaslub Ditunggangi Penumpang Liar
- Wacana Firli Soal Hukuman Mati Bagi Koruptor Dana Corona Sudah Sesuai UU
- Soal Pembukaan Sekolah, Gerindra Jatim Minta Khofifah Patuhi Saran Epidemiolog
Ketua Umum PBNU, Said Aqil Siradj menyampaikan sikap keras NU terhadap pemerintah sebagai peran fasilitator untuk menyuarakan rakyat miskin yang belum tertangani oleh pemerintah.
"Enggak ada apa-apa. Biasa saja menyuarakan rakyat miskin," ucap Said dilansir dari Kantor Berita Politik RMOL, Jumat (3/1).
Sebelumnya, PBNU menyentil pemerintah dalam refleksi akhir tahunnya, salah satunya mengenai adanya budaya oligarki dan ketimpangan ekonomi di masyarakat.
Mengenai pemerataan ekonomi dan bahaya oligarki, Said menyebutkan NU melihat dalam tujuh dekade pembangunan nasional belum mampu melenyapkan penyakit ketimpangan di masyarakat yang diwariskan sejak zaman kolonial.
Secara nominal, kekayaaan 50 ribu orang terkaya setara dengan gabungan kepemilikak 60 persen aset penduduk Indonesia atau setara 150 juta orang.
Segelintir orang kaya itu adalah orang yang mendominasi atas jumlah simpanan uang di bank, saham perusahaan dan obligasi pemerintah.
"Penyakit ini diwariskan secara turun temurun setelah Indonesia merdeka, ketimpangan yang jelas antara si miskin dan kaya, yang miskin tetap miskin yang kaya semakin kaya," katanya.
"Lha wong kalau kita pinjam duit ke bank orang miskin dipersulit, yang kaya malah diberikan prioritas," tandasnya. [mkd]
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Rocky Gerung Sebut Preshold Nol Persen Ide Awal Demokrasi
- Koalisi Kawal Indonesia akan Cabut APK Peserta Pemilu yang Rusak Lingkungan
- Presiden Harus Turun Tangan jika Polri Tak Mampu Audit Kasus yang Disetop Bareskrim