Kebijakan pemerintah tentang pembukaan sekolah di era pandemik sangat dinanti. Namun tujuan memulihkan dunia pendidikan di kondisi kenormalan baru bakal sia-sia jika nantinya ternyata menjadi klaster baru penyebaran Covid-19.
- HRS Ditangkap Karena Prokes Sedang Lainnya Bebas Berkerumun, Rakyat Semakin Bingung
- Ini Harapan Pengusaha kepada Bupati Madiun Terpilih
- Pembubaran KAMI di Surabaya, Din Syamsuddin Sebut Masih Ada Kelompok Antidemokrasi Dan Radikal
Sementara banyak pihak terutama orang tua murid mengeluhkan kendala yang timbul jika terus dilakukan sistem pendidikan secara daring (online).
Hal ini diungkapkan Ketua Kampus Guru Cikal, Bukik Setiawan, saat menjadi narasumber diskusi forum Kelompok Kajian Jumat Malam (Kjam) bertema “Era New Normal: Sekolah Kapan Buka?” pada Jumat (12/6) kemarin.
Menurut Bukik, aktor kunci pendidikan adalah guru, murid dan orang tua. Namun yang utama adalah anak murid.
“Murid mempunyai resiko terpapar Covid-19 dan yang sering diabaikan. Padahal tidak kalah penting adalah resiko psikologis. Perlu diperhatikan psikologi anak dalam kondisi ini adalah emosi yang dinamis, kelebihan energi, merasa terisolasi, merasa bosan, dan merasa kacau,” ujarnya.
Ditambahkannya, pemerintah harus memperhatikan psikologis anak. Sebab tidak bisa selamanya sekolah tutup. Belum lagi dampak lainnya.
“Lalu bagaimana mengelola kondisi psikologis anak kalau sekolah ditutup terus? Bagaimana juga dampak ekonomis orang tua dan guru dalam hal ini seperti yang kita tahu sudah banyak guru honorer dan guru di sekolah swasta yang dipotong gajinya bahkan di-PHK. Pembelajaran jarak jauh (online) tentu merugikan masyarakat ekonomi bawah. Sementara jika sekolah dibuka apa bebas resiko?” kata Bukik.
“Kalau pilihannya sekolah ditutup, itu sampai kapan? WHO saja mengindikasikan vaksin teruji baru ada paling cepat akhir 2021. Tunggu akhir 2021 baru buka sekolah? Semisal buka sekolah Juli 2020 atau Juli 2021 mengandung resiko yang sama,” imbuhnya.
Yang menjadi tantangan, lanjutnya, adalah kebijakan yang bisa mengakomodir semua pihak terutama untuk masyarakat ekonomi lemah namun perlu dipahami satu solusi belum tentu cocok diterapkan di seluruh Indonesia.
“Solusi yang diambil pada dasarnya hanya sebatas untuk mengelola resiko, harus berani ambil resiko dan semua bukan hal yang susah untuk dilakukan,” tegasnya.
Solusi alternatif yang ditawarkan oleh Bukik dengan Kampus Guru Cikal adalah sistem "buka tutup" sekolah, yakni buka ketika mampu mengelola resiko dan tutup ketika tidak mampu mengelola resiko. Tentu saja kebijakan ini harus melibatkan orangtua, sekolah dan pemerintah daerah.
“Ada beberapa indikator untuk mengelola indeks resiko sebelum mengimplementasikan sistem ini yakni, kondisi status awal daerah tersebut masuk status hijau atau biru, kesiapan sekolah baik manajemen, orangtua dan murid, jarak sekolah ke rumah yang tidak lebih dari 60 menit perjalanan, jenis interaksi sosial yang dipilih, jarak fisik tidak kurang dari 1,5 meter, durasi interaksi dengan pilihan 90 menit, 180 menit dan 360 menit, siklus masuk sekolah mingguan atau dwi mingguan hingga terakhir kualitas pembelajaran,” jelas Bukik.
Berdasarkan simulasi yang telah dilakukan di Kampus Guru Cikal Bukik, pihaknya menjamin murid kelas 4 SD yang masuk sekolah 3 hari dalam jangka waktu 2 minggu dengan jam belajar per hari 90 menit berisi aktifitas, refleksi, umpan balik, diskusi serta praktek mempunyai pengalaman belajar lebih bagus dibandingkan dengan murid kelas 4 SD di jaman normal sekolah yang hanya menerapkan ceramah dan mengerjakan soal.
Sementara narasumber lain, yakni Mardi Brilian sebagai wali murid mengatakan kebijakan yang diambil harus memprioritaskan keselamatan anak murid, melibatkan orang tua serta perlu kejujuran dari semua pihak.
Menurut Mardi yang juga ASN di Pemkot Surabaya ini, orang tua murid harus mengintensifkan komunikasi dengan pihak sekolah.
“Bahkan untuk level SMU pihak sekolah harus juga mengundang murid selain orang tua murid karena bagaimanapun ini demi kepentingan murid sendiri,” tutupnya.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Pasca Lebaran, PWI Pusat Kembali Geber UKW Gratis Se-Indonesia
- Soroti Penggusuran Rempang, Din Syamsuddin: Pemerintah Jangan Pertajam Pertentangan Rakyat
- Gandeng UMKM, Gerindra Jatim Optimis Program Makan Bergizi Gratis Berdampak Positif Untuk Sosial dan Ekonomi