Langkah Menteri Keuangan Sri Mulyani membuka peluang untuk memberi dana talangan atau bailout pada PT Asuransi Jiwasraya menuai sorotan.
Ini lantaran bailout diberikan untuk menutupi kerugian negara akibat perampokan yang secara nyata dilakukan di perusahaan BUMN tersebut.
- Bebas April 2023, Anas Urbaningrum akan Bangkit seperti Anwar Ibrahim di Malaysia
- Jadi Simbol Persatuan, Airlangga Hartarto Paling Siap Maju Capres 2024
- Salah Apa PCNU Surabaya kepada PBNU?
Mantan Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu merasa heran dengan langkah Sri Mulyani lantaran dulu saat Jiwasraya terkena dampak krisis 1998, menteri dua periode itu enggan memberikan dana dari APBN.
“Tapi saat dirampok (seperti) saat ini, ada ide mau berikan dana PMN dari APBN. Apakah aliran dana hasil rampokan mau ditutupi?” Tanya Said Didu melalui akun Twitter pribadi, Senin (2/3).
Seperti dimuat Kantor Berita Politik RMOL, Said Didu lantas membandingkan kasus penggelontoran dana Jiwasraya dengan BPJS Kesehatan yang mengalami defisit.
Dalam kasus
ini, pemerintah memang telah memberi suntikan dana sebesar Rp 13,5 triliun.
Namun demikian, Sri Mulyani sempat mengancam akan menarik insentif tersebut
jika PP 75/2019 tentang Jaminan Kesehatan dibatalkan. PP ini sendiri berisi
tentang kenaikan iuran BPJS di semua kelas per tahun ini. Kenaikan iuran itu
mencapai dua kali lipat.
“Mohon penjelasan Ibu sehingga mau bailout
perampokan Jiwasraya, sementara Ibu menolak: 1. Tambahan subsidi buat BPJS
sehingga bebani rakyat. 2. 2006-2007 Ibu menolak bantu Jiwasraya padahal risiko
krisis 98, bukan perampokan. 3. Apa yang Ibu mau tutupi dari perampokan ini?” terang
Said Didu.
Menurut Said Didu, alasan dirinya menolak bailout
lantaran kerugian negara yang diperkirakan mencapai Rp 15 triliun dari
Jiwasraya terjadi karena adanya perampokan.
Said Didu tidak ingin kerugian besar itu ditutup dengan menggunakan uang negara. Setidaknya ada tiga alasan mengapa mantan staf khusus Menteri ESDM itu menolak ide menteri berpredikat terbaik dunia tersebut.
“Saya menolak ide bailout Jiwasraya karena, pertama perampok dan penikmat hasil rampokan selamat,” urainya.
Selain itu, dia juga menolak lantaran ada fenomena yang harus dibongkar. Fenomena itu adalah perampokan jelang Pilpres.
“Ini perampokan ketiga tiap mau Pilpres, 2003 Bank CIC Rp 2,3 T, 2009 Bank Century Rp 6,7 T, dan 2019 Jiwasraya sekitar Rp 15 T,” pungkasnya.
Sementara alasan ketiga karena dana APBN sangat berat. Terutama untuk bayar utang negara yang menggunung.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Eko Patrio Sebut BUMN Memberi Dobel Manfaat untuk Rakyat
- Sebanyak 16 Juta Pemilih di Jatim Sudah Tercoklit
- Ali Makki-Ali Ruchi Jadi Lawan Petahana Pilkada Banyuwangi, Golkar: Selamat!