Vaksin Nusantara besutan mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto menjadi perhatian publik usai dikabarkan dilakukan uji klinis tahap satu yang dinyatakan selesai pada akhir Januari 2021.
- Jangan Sampai Ketinggalan, Ayo Imunisasi Polio Gratis di Puskesmas Terdekat!
- Covid-19 Varian Mu Sudah Masuk Taiwan Sejak Awal Agustus
- Di Depan Megawati hingga Menkes, Wali Kota Eri Beberkan Penanganan Stunting yang Terendah Nasional
Hasil uji klinis itu pun sudah disampaikan ke Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).
Hanya saja, BPOM menyebut uji klinis fase I vaksin Nusantara tidak sesuai kaidah dan tidak menjawab khasiatnya.
Dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI, Rabu (10/3), Kepala BPOM, Penny Lukito menyatakan vaksin yang diinisiasi mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto itu dinilai tak sesuai kaidah saintifik.
Menurutnya, Pemenuhan GCP (Good Clinical Practice) atau Cara Uji Klinik yang baik (CUKB) juga tidak dilaksanakan dalam penelitian ini.
Sejalan dengan BPOM, Presiden Joko Widodo ikut mengingatkan agar proses pembuatan vaksin melalui kaidah saintifik atau keilmuan yang berlaku.
"Saat ini vaksin yang tengah dikembangkan di Tanah Air adalah vaksin Merah Putih dan vaksin Nusantara yang terus harus kita dukung. Tapi untuk menghasilkan produk obat dan vaksin yang aman, berkhasiat, dan bermutu, mereka juga harus mengikuti kaidah-kaidah saintifik," kata Presiden Joko Widodo, Jumat (12/3).
Sikap Presiden Jokowi dan BPOM RI ini mendapat sambutan baik dari Presidium Farmasis Indonesia Bersatu (FIB).
Humas FIB, Subagiyo Achmad mengatakan, prinsip kehati-hatian yang dilakukan BPOM sudah tepat dan sudah sepatutnya didukung.
"Sudah selayaknya BPOM dibiarkan bekerja professional dengan senantiasa menerapkan prinsip kehati-hatian, independensi, menjunjung integritas dan transparansi dalam setiap pengambilan keputusan pemberian izin edar, termasuk memastikan tahap-tahap uji klinis suatu vaksin,” ujar Subagiyo, Minggu (14/3).
Menurut Subagiyo, lebih baik BPOM melakukan kajian yang mendalam dengan segala plus minusnya, ketimbang terburu-buru menyetujui tahapan uji klinis hingga keluarnya izin edar, sedangkan secara scientifik hasilnya belum memadai untuk dikeluarkan izin itu.
"Karena pemenuhan Good Clinical Practice (GCP), Good Manufacturing Practice (GMP) dan Good Laboratory Practice (GLP) mutlak diperlukan setiap sediaan farmasi yang edarkan ke masyarakat," terangnya.
Ditambahkan Ketua Presidium FIB, Apoteker Dasrul, dia menegaskan bahwa tugas BPOM adalah menjaga keamanan, efikasi, dan mutu dari vaksin.
Sehingga pemerintah harus menjamin bahwa BPOM harus dijauhkan dari tekanan dari pihak manapun.
“Karena itu, FIB mendukung penuh BPOM untuk bekerja sesuai dengan standar dan prosedur ilmiah yang selama ini menjadi karakter BPOM,” pungkasnya.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Pemkot Surabaya Gencarkan Vaksinasi Covid-19, Kini 788.313 Orang Sudah Divaksin
- Tagana Bersama Warga, Bantu Kebutuhan Makan Warga Terdampak Mikro Lockdown
- Waspada, Transmisi Covid-19 di DKI Jakarta Sudah Masuk Level 3 WHO