Vitalnya Gunung Tumpang Pitu Bagi Warga Banyuwangi

Bagi warga Banyuwangi, Gunung Tumpang Pitu adalah ‘tetenger’ (penanda) bagi nelayan saat melaut.


Hal ini disampaikan warga Tumpang Pitu dalam aksi lanjutan di depan kantor Gubernur Jatim, Senin (24/2).

Menurut koordinator aksi, Usman pada Kantor Berita RMOLJatim, Senin (242), setiap pagi, ketika nelayan berada di laut lepas, titik yang mereka cari untuk menentukan arah adalah Pulau Nusa Barong di sebelah Barat, Gunung Agung (Bali) di sebelah Timur dan Gunung Tumpang Pitu di tengah-tengahnya.

“Maka jika Gunung Tumpang Pitu dan gunung-gunung lainnya menghilang, bisa dipastikan mereka akan kehilangan salah satu tetenger daratan yang menjadi acuan arah,” kata Usman.

Bagi warga pesisir selatan Banyuwangi, Gunung Tumpang Pitu, Gunung Salakan dan gunung-gunung di sekitarnya adalah benteng alami dari daya rusak gelombang tsunami.

Sebagaimana pernah dicatat, pada tahun 1994, gelombang tsunami menyapu kawasan pesisir selatan Banyuwangi dan merenggut nyawa sedikitnya 200 orang.

Bagi warga, saat itu keberadaan Gunung Tumpang Pitu dan gunung-gunung sekitarnya, dikatakan mampu meminimalisasi jumlah angka korban. Sehingga bisa dipastikan jika gunung-gunung tersebut menghilang, maka potensi ancaman jumlah korban yang lebih banyak akan terjadi pada masa mendatang.

“Bagi nelayan-nelayan yang tinggal di pesisir teluk Pancer, Gunung Tumpang adalah benteng dari ancaman angin Tenggara yang terkenal ganas pada musim-musim tertentu. Sedangkan Gunung Salakan bagi mereka difungsikan sebagai jalur evakuasi jika tsunami melanda,” terang Usman dalam tuntutannya.

Selain itu, gunung-gunung di pesisir selatan Banyuwangi tak hanya berfungsi sebagai kawasan resapan air yang dibutuhkan bagi rumah tangga warga dan pertanian, tetapi juga secara turun-temurun telah menjadi tempat bagi warga (khususnya perempuan) untuk mencari tumbuh-tumbuhan obat.

Namun kondisi itu kini sudah berubah. Tepatnya sejak PT Bumi Suksesindo (BSI) dan PT Damai Suksesindo (DSI) PT BSI dan PT DSI masuk ke Desa Sumberagung. Berbagai masalah sosial-ekologis dan keselamatan ruang hidup masyarakat meningkat.

Karena itu warga Tumpang Pitu menuntut Gubernur Jawa Timur untuk mencabut Izin Usaha Pertambangan status Operasi Produksi (IUP-OP) PT BSI dan status Eksplorasi (IUP Eksplorasi) PT DSI.

Hal ini sesuai dengan UU 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara Pasal 113 ayat (1) bahwa penghentian sementara dan atau seluruh kegiatan usaha pertambangan dapat diberikan kepada pemegang IUP dan IUPK apabila terjadi: keadaan kahar, keadaan yang menghalangi sehingga menimbulkan penghentian sebagian atau seluruh kegiatan usaha pertambangan, apabila kondisi daya dukung lingkungan wilayah tersebut tidak dapat menanggung beban kegiatan operasi produksi sumber daya mineral dan/atau batubara yang dilakukan di wilayahnya.

Begitu pula mengenai permohonan pencabutan izin usaha pertambangan sesuai dengan Pasal 119 mengatakan bahwa: “IUP atau IUPK dapat dicabut oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya apabila: pemegang IUP atau IUPK tidak memenuhi kewajiban yang ditetapkan dalam IUP atau IUPK serta peraturan perundang-undangan.”

ikuti terus update berita rmoljatim di google news