Vonis Hakim Pengadilan Tipikor Surabaya yang mengganjar Mantan Dirut PT DOK & Perkapalan Surabaya, Muhammad Firmansyah Arifin dengan hukuman 4,8 tahun penjara pada kasus pengadaan proyek tangki pendam fiktif di Muara Sabak, Jambi mendapat tanggapan dari Kejari Tanjung Perak Surabaya.
- Demi Kebaikan Bersama, Wakapolri Imbau Masyarakat Tidak Mudik
- KPK Usut Pengadaan Sapi di Kementan yang Libatkan Anggota DPR, Ada PT Sumekar Nurani Madura
- Dirjen Ditetapkan Tersangka, Politisi NasDem Minta Kejagung juga Periksa Mendag Lutfi
Menurut Katrin, vonis 4,8 tahun yang dijatuhkan pada terdakwa Muhammad Firmansyah Arifin dirasa kurang pas, mengingat status Mantan Dirut ini adalah seorang residivis kasus suap pengadaan kapal perang jenis Strategic Sealift Vessel (SSV) untuk pemerintah Filipina pada 2014-2017.
"Semestinya hukumannya ditambah sepertiga, karena dia residivis," pungkas Katrin pada Kantor Berita RMOLjatim, Sabtu (13/10).
Kendati demikian, Katrin mengaku masih belum bisa menentukan langkah hukum selanjutnya. kami akan laporkan dulu ke Kejagung apakah akan mengambil upaya hukum atas vonis tersebut,"kata Katrin.
Sementara terkait vonis Muhammad Yahya,
Mantan Direktur Pemasaran dan Pengembangan Usaha PT DOK & Perkapalan Surabaya dinilai sudah cukup.
"Tapi kalau terdakwa Muhammad Yahya banding, maka kami juga akan banding,"ujar Katrin diakhir konfirmasi.
Untuk diketahui, Kasus korupsi pengadaan tangki pendam fiktif ini telah merugikan negara sebesar 33 miliar.
Selain divonis hukuman badan, Muhammad Firmansyah Arifin dan Muhammad Yahya juga dihukum untuk membayar uang pengganti ke negara sesuai dengan peran mereka.
Muhammad Firmasnyah Arifin diharuskan membayar uang pengganti kerugian negara sebesar 28 persen atau senilai 109 dollar. Sedangkan Muhammad Yahya diwajibkan membayar uang pengganti sebesar 24 persen atau senilai 924 ribu dollar.
Kasus korupsi ini terjadi saat PT Dok dan Perkapalan Surabaya menandatangani kontrak dengan PT Berdikari Petro untuk melakukan pembangunan tangki pendam di Muara Sabak, Jambi, dengan nilai proyek Rp 179.928.141.879.
Dalam pelaksanaannya, PT Dok dan Perkapalan Surabaya melakukan subkontrak kepada AE Marine, Pte. Ltd di Singapura dan selanjutnya merekayasa progres fisik (bobot fiktif) pembangunan tangki pendam.
Lantas PT Dok dan Perkapalan Surabaya melakukan transfer sebesar 3.9 juta US Dollar kepada AE Marine. Pte, Ltd.
Namun, dalam pelaksanaannya, justru tidak ada pekerjaan di lapangan atau di lokasi.
Dana itu justru dipakai untuk menutup kekurangan pembayaran pembuatan dua kapal milik Pertamina kepada Zhang Hong, Pte. Ltd, yang telah mempunyai anggaran tersendiri.
Kontrak antara PT DPS dengan Zhang Hong. Pte, Ltd tidak sesuai dengan ketentuan pengadaan barang/jasa sehingga merugikan PT Dok dan Perkapalan Surabaya.
Atas pengadaan proyek fiktif itu, penyidik Pidsus Kejagung RI menemukan kerugian yang mencapai US$ 3,3 juta atau senilai Rp 33 miliar.
Selain Muhammad Firmansyah Arifin dan Muhammad Yahya, kasus ini juga telah memvonis dua pejabat PT DOK & Perkapalan Surabaya lainnya, yakni I Wayan Yoga Djuenedi, Mantan Direktur Produksi dan Nana Suryana Tahir, Mantan Direktur Administrasi dan Keuangan. Keduanya divonis 4,3 tahun. Mereka pun menyatakan banding atas putusan hakim Pengadilan Tipikor yang diketuai Dede Suryaman.
ikuti terus update berita rmoljatim di google news
- Eksepsi Diterima, Dua Terdakwa Perkara Koneksitas Tipikor Pembangunan Rumah Prajurit Harus Bebas, Ini Penyebab Dakwaan Jaksa Kabur
- Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Dipanggil KPK Terkait Kasus Syahrul Yasin Limpo
- Hasil Tes Wawasan Kebangsaan Pegawai KPK Tak Segera Diumumkan, Begini Penjelasan Firli Bahuri