Dianggap Langgar Pasal Tapi Unsurnya Tak Diuraikan Dalam Dakwaan Primer

Yusuf Eko Nahuddin, Penasehat Hukum tiga terdakwa jasmas yakni Ratih Renowati, Dini Rijanti dan Syaiful Aidy menganggap surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang disusun secara bertingkat (primer-subsider) tersebut telah terjadi kekaburan (obscuur lebellum) tentang tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa karena dalam surat dakwaannya tidak menguraikan secara jelas, cermat dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan sebagai perwujudan unsur-unsur delik yang bersangkutan atau yang didakwakan.


Yusuf menguraikan terjadi kekaburan dalam dakwaan JPU mengenai tindak pidana apa yang dilakukan? Dan bagaimana tindak pidana dilakukan ? Sebagaimana menjadi bagian dari syarat meteriil surat dakwaan berdasarkan Surat Edaran Jaksa Agung RI Nomor SE-004/J.A/11/1993 dengan alasan sebagai berikut.

"Tidak diuraikannya dakwaan secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana apa yang dilakukan hal itu dapat dicermati dalam uraian dakwaan primernya yang disampaikan (10/12) lalu terhadap dakwaan primer itu dijelaskan berkaitan dengan tindak pidana apa yang dilanggar oleh terdakwa terkhusus dalam dakwaan primernya JPU hanya menyebutkan ketentuan sebagaimana yang dikutip 'Bahwa tindakan terdakwa melanggar permendagri No. 32 tahun 2011 tebtang pedoman pemberian hibah dan bantuan sosial yang bersumber dari APBD sebagaimana telah diubah dengan Permendagri No. 14 tahun 2016 tentang perubahan kedua terhadap Permendagri No. 32 tahun 2011 tentang pemberian hibah dan bantuan sosial yang bersumber dari APBD, Peraturan Wali Kota Surabaya Nomor 25 tahun 2016 tentang tata cara pemberian dan pertanggungjawaban hibah dan bantuam sosial permohonan hibah, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 tahun 2006 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Permendagri Nomor 21 tahun 2011 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, Peraturan DPRD Surabaya Nomor 17 tahun 2011 tentang kode etik DPRD Surabaya dan tata beracara pelaksanaan tugas dan wewenang BK DPRD Surabaya," jelasnya.

Nah dari uraian itu, lanjut Yusuf, JPU tidak sama sekali menyebut tindakan apa yang di langgar dan ketentuan pasal berapa dalam peraturan dalam dakwaan atau ayat atau pasal berapa yang dilanggar sehingga nampak jelas, cermat dan lengkap berkaitan dengan unsur-unsur tindakan atau perbuatan terdakwa yang didakwakan.

Dalam dakwaan primernya lanjutnya apabila dicermati tampak berbeda kontruksi logika hukum dakwaan JPU dalam dakwaan primer dengan dakwaan subsidairnya.

Karena dalam dakwaan subsidairnya dicantumkan dugaan perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa dan kemudian didalam akhir dakwaan subsidairnya dicantumkan ketentuan pasal yang dilanggarnya namun hal itu berbeda dengan dakwaan primernya JPU yang tidak jelas menguraikan pelanggaran terhadap pasal apa ayat berapa bunyi ketentuan seperti apa.

"Dengan tidak cermatnya serta jelasnya dalam dakwaan primer tersebut dengan seenaknya ditutup dengan kesimpulan bahwa terdakwa melanggar ketentuan pasal yang sama sekali unsurnya tidak pernah diuraikan dalam dakwaan primer untuk itu dengan ketidak cermatan serta ketidak jelasan dan ketidak lengkapan mengenai tindak pidana apa yang dilanggar diuraikan dalam dakwaan JPU maka adalah berdasar untuk kemufian dakwaan tersebut termasuk dalam kualigikasi dakwaan yang kabur atau Obscuur Libellum," pungkasnya.

Seperti diketahui Kejari Tanjung Perak telah menuntaskan perkara dugaan korupsi dana hibah Pemkot Surabaya tahun 2016 untuk program jasmas.

Dalam kasus ini tercatat sudah ada tujuh orang yang dianggap bertanggung jawab.

Keenam tersangka itu diantaranya anggota DPRD Surabaya Ratih Retnowati serta lima mantan anggota DPRD Surabaya periode 2014-2019 yakni Sugito, Syaiful Aidy, Dini Rijanti Darmawan dan Binti Rochma.

Sedangkan satu orang dari pihak swasta sebagai pelaksana proyek yaitu Agus Setiawan Tjong yang sudah divonis selama 6 tahun penjara saat ini masih menunggu kasasi yang dilayangkan Kejari Tanjung Perak.

Agus Setiawan Tjong merupakan pelaksana proyek pengadaan terop, kursi, meja, dan sound system pada 230 RT di Surabaya.

Dari hasil audit BPK, Proyek pengadaan program Jasmas tersebut bersumber dari APBD Pemkot Surabaya, tahun 2016 dan merugi hingga Rp 5 miliar akibat adanya selisih angka satuan barang yang dimainkan oleh Agus Setiawan Tjong.

Informasi yang dihimpun, program Jasmas ini merupakan produk dari sejumlah oknum DPRD kota Surabaya yang telah diperiksa penyidik. Tanpa peran ke enam sang legislator itu, program Jasmas dalam bentuk pengadaan ini tidak akan terjadi.

Penyimpangan dana hibah ini bermodus pengadaan. Ada beberapa pengadaan yang dikucurkan oleh Pemkot Surabaya, diantaranya untuk pengadaan terop, kursi Chrom, kursi plastik, meja, gerobak sampah, tempat sampah dan sound system.[bdp]