Reses, DPRD Kota Mojokerto Borong Masalah Warga

Sejumlah anggota dewan Kota Mojokerto yang melakukan reses di beberapa kelurahan mendapati banyak uneg-uneg warga yang belum terakomodasi .  Seperti beberapa waktu lalu Pemerintah Kota (Pemkot) Mojokerto waktu lalu telah melakukan rapid test massal di tempat umum seperti pasar, mall dan lainnya namun banyak warga yang tidak tahu hasilnya.


Seperti disampaikan Mulyo Sariono, warga RT 2 RW 1, Lingkungan Mulyosari, Kelurahan Magersari yang mempertanyakan hasil rapid test massal tersebutkepada anggota DPRD Kota Mojokerto dari Partai Gerindra, Sugiyanto.

 “Warga lain juga tidak dapat pemberitahuan, hanya mereka yang positif yang diberi tahu lewat WA,” jelas Mulyo. Dia berharap Pemkot Mojokerto menginformasikan kepada warga meski hasilnya tidak reaktif.  Selain itu warga juga mempertanyakan gorong-gorong yang tutupnya tidak sejajar dengan jalan, survey UMK Kota Mojokerto oleh Dewan Pengupahan yang belum dijalankan, tarif rapid test, pemakaman dengan protokol Covid-19, dan pengaspalan di jalan Garuda Mas.

Demikian juga rese yang dilakukan anggota DPRD Kota Mojokerto dari PKB Sulistiyowati saat menggelar reses di rumahnya, Miji Baru III. Saat ini anggaran untuk percepatan penanganan pandemi Covid-19 di Kota Mojokerto sebesar Rp 149 miliar yang telah dilakukan refocusing (menunda /membatalkan) sejumlah anggaran yang sebelumnya diposkan dalam APBD 2020.

“Refocusing dilakukan sampai empat kali untuk memenuhi 35% dari total anggaran Pemkot Mojokerto,” ungkapnya. Namun, lanjut bendahara DPC PKB Kota Mojokerto, refocusing anggaran dilakukan terhadap pos-pos anggaran yang justru langsung menyentuh masyarakat, seperti anggaran di Dinas Pendidikan untuk pengadaan seragam sekolah.

“Kasihan masyarakat. Sebelum pandemi Covid-19 Pemkot Mojokerto selalu memberikan seragam gratis kepada siswa baru. Ini justru ekonomi masyarakat sedang ambruk akibat pandemi Covid-19 kok anggaran pengadaan seragam malah direfocusing. Seharusnya justru ekonomi masyarakat dibantu, kok ini malah dibebani dengan seragam. Saya berjuang keras agar anggaran seragam ini dikembalikan,” katanya.

Anggaran sebesar Rp 149 miliar untuk penanganan Covid-19 dianggarkan untuk kesehatan, disifektan, pengamanan sosial, ransum untuk mereka yang diisolasi, dan lainnya.

“Tapi mana, justru masyarakat yang dikoyo-koyo untuk mandiri. Untuk isolasi di rumah, masyarakat disuruh mandiri, kampung tangguh juga disuruh mandiri,” sindirnya.

Sementara anggota Partai Nasdem Indro Tjahjono menolak pemberlakuan Peraturan Wali Kota (Perwali) Mojokerto Nomor 55 Tahun 2020 khususnya pasal 48 ayat 3. Alasannya, di tengah pandemi Covid-19 masyarakat sudah kesulitan ekonomi dan Pemkot Mojokerto belum membagikan masker secara merata.

“Hingga saat ini Pemkot Mojokerto belum membagikan masker secara merata kepada masyarakat Kota Mojokerto. Kok masyarakat yang tidak menggunakan masker mau didenda. Ini kebijakan macam apa,” ucapnya.

Lain lagi yang didapat dalam reses oleh anggota DPRD Kota Mojokerto dari Fraksi PKB Junaidi Malik di Jalan Empu Gandring 59, Ketua RW 1 Lingkungan Randegan Kecamatan Magersari Zulkarnaen mengungkapkan pihaknya menolak warganya melakukan isolasi mandiri di rumah. Alasannya, warga sekitar tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan warga yang melakukan isolasi mandiri.

“Warga tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan warga yang melakukan isolasi mandiri,” paparnya.

Bahkan dirinya juga menolak pembentukan kampung mandiri di tempatnya.

“Warga di bawah keberatan karena anggarannya mandiri. Minta sumbangan tidak diperbolehkan,” ujarnya.

Menanggapi penolakan tersebut, Junaidi Malik mengatakan, pemerintah Kota Mojokerto sebenarnya sudah menganggarkan sebesar Rp 70 miliar untuk kesehatan, bantuan suplemen dan vitamin dan bantuan pangan bagi terdampak.

“Kalau ini belum jalan, ada apa,” katanya.