PSBB Jakarta “Wake Up Call" Bagi Semua, Termasuk Jokowi dan Para Menteri 

Ahli epidemiologi dan biostatistik dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia, Pandu Riono/Net
Ahli epidemiologi dan biostatistik dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia, Pandu Riono/Net

Penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) secara ketat di DKI Jakarta sejak Senin kemarin (14/9), dianggap sebagai "wake-up call" bagi semua pihak.


"Pengetatan PSBB di Jakarta itu adalah “wake-up Call" bagi kita semua, termasuk pak Jokowi dan para menteri yang beri respon negatif pada pengetatan," ungkap ahli epidemiologi dan biostatistik dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Indonesia, Pandu Riono lewat akun Twitter pribadinya, Selasa (15/9). 

Menurut Pandu, dengan kembalinya PSBB diketatkan mengingatkan semua masyarakat bahwa pandemi di NKRI belum usai dan jangan hanya fokus pemulihan ekonomi. Namun juga bantu serius upaya atasi pandemi. 

"Jakarta yang surveilans sudah lebih baik, tapi kepatuhan 3M rendah. Sehingga sulit menekan laju penularan akibat mobilitas penduduk pada dua kali liburan akhir pekan. Waspada," tutupnya sebagaimana diberitakan Kantor Berita Politik RMOL

Gubernur Anies resmi mengumumkan pengetatan PSBB usai melakukan rapat evaluasi bersama Gugus Tugas Pusat Covid-19 dan Provinsi DKI Jakarta bersama Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda). 

Anies menjelaskan indikator utama dalam keputusan tersebut adalah tingkat kematian (Case Fatality Rate) dan tingkat keterisian rumah sakit (Bed Occupancy Ratio), baik untuk tempat tidur isolasi maupun ICU, yang semakin tinggi dan menunjukkan bahwa Jakarta berada dalam kondisi darurat. 

"Maka, dengan melihat kedaruratan ini, tidak ada pilihan lain bagi Jakarta kecuali untuk menarik rem darurat segera," tegas Anies di Balaikota Jakarta, pada Rabu malam (9/9).


ikuti update rmoljatim di google news