Kejaksaan Periksa Dua Saksi Kasus Kredit Macet Di BPR Kota Kediri

Penyidik Pidsus Kejari Kota Kediri tampak membawa barang bukti yang disita dari BPR Kota Kediri/RMOLJatim
Penyidik Pidsus Kejari Kota Kediri tampak membawa barang bukti yang disita dari BPR Kota Kediri/RMOLJatim

Penyidik Pidus Kejari Kota Kediri melakukan pemeriksaan terhadap mantan pejabat BPR Kediri dan seorang nasabah atas kasus kredit macet yang telah merugikan keuangan negara senilai miliaran rupiah.


Mereka yang diperiksa adalah Mantan Account Officer BPR Kota Kediri, Indra dan Ida Ariani, salah seorang nasabah BPR Kota Kediri yang diketahui  warga Pare, Kediri.

Kasipidsus Kejari Kota Kediri, Nur Ngali mengatakan, sebelum menjalani pemeriksaan keduanya menjalani pemeriksaan kesehatan terlebih dulu untuk memastikan kondisi kesehatan kedua Nasabah BPR tersebut.

"Sebelum menjalani pemeriksaan, keduanya diperiksa kesehatannya dulu, dan memastikan mereka dalam kondisi yang sehat,” kata Nur Ngali Kepada Kantor Berita RMOL Jatim, Selasa (19/01).

Terpisah, Rini Puspitasari SH, selaku kuasa hukum Ida Ariani seorang Nasabah di Bank BPR Kota Kediri mengatakan, pihaknya melakukan pendampingan hukum pada Ida.

"Saya hanya melakukan pendampingan hukum pada Ida Ariani yang merupakan nasabah dari BPR Kota Kediri. Selebihnya kami masih menunggu pemeriksaan lebih lanjut,” ujarnya.

Penyebab macetnya kredit tersebut, lanjut Rini, dikarenakan usaha klienya dibidang rumah makan dan rumah kos mengalami kolaps.

“Selama ini Ibu Ida berusaha memperbarui kontrak dengan BPR Kota Kediri dengan pinjaman senilai Rp. 600.000.000,” pungkasnya.

Untuk diketahui, selain memeriksa para saksi baik internal maupun eksternal,  penyidik juga telah melakukan penyitaan beberapa barang bukti. Penyitaan tersebut disita dari Kantor BPR Kota Kediri di Kompleks Pertokoan Jalan Brawijata, Kediri.

Dugaan penyimpangan ini bermula dari Non Performing Loan (NPL) atau kredit bermasalah yang sangat tinggi, yang mencapai sekitar 50 persen. Dari hasil penyidikan sementara, kredit macet tersebut diduga kuat adanya rekayasa dalam proses pengajuan kredit hingga pencairannya.