Iwan Sumule: Bansos Tunai Rawan Dikorupsi, Beda Dengan Bansos Beras

Ketua Majelis Pro Demokrasi (Prodem) Iwan Sumule/Net
Ketua Majelis Pro Demokrasi (Prodem) Iwan Sumule/Net

Kebijakan Menteri Sosial Tri Rismaharini yang membagikan bantuan sosial (bansos) pandemi Covid-19 secara tunai tidak tepat.


Ketua Majelis Pro Demokrasi (Prodem) Iwan Sumule menilai, bantuan bansos tunai senilai Rp 300 ribu tidak lebih baik dari bansos berbentuk pangan.

"Prodem menilai langkah tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan penerima yaitu beras sebesar 15 kg yang jauh lebih banyak diterima dibandingkan membeli di pasar dengan mengunakan bantuan sosial tunai," ujar Iwan, dikutip dari Kantor Berita Politik RMOL, Minggu (18/4).

Iwan menyebutkan, bansos tunai lebih sangat rawan terjadinya tindak pidana korupsi berupa pemotongan dana sebelum sampai di tangan masyarakat.

"Ini fakta yang terjadi dimana oleh Kapolres Bogor AKBP Harun mengungkap fakta baru terkait kasus penyalahgunaan dana bantuan sosial tunai (BST) Kemensos terhadap 30 orang warga Desa Cipinang, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor," terangnya.

"Terbaru, polisi menetapkan Sekretaris Desa (Sekdes) di Desa Cipinang Endang Suhendar sebagai tersangka korupsi bansos Kemensos. Endang Suhendar menarik setoran dari stafnya berinisial LH (32) yang sudah lebih dulu menjadi tersangka dalam kasus ini," urainya.

Kejadian korupsi program Bansos tunai, kata Iwan, tidak menutup kemungkinan juga terjadi di daerah-daerah lain. Terlebih di daerah luar Jawa di mana pendataan belum maksimal.

Sambungnya, hal tersebut justru tidak pernah ditemukan saat bantuan berbentuk beras di mana penyalurannya dilakukan oleh Perum Bulog.

"Selama program bansos beras tahun lalu dijalankan oleh Kemensos dengan menunjuk Bulog sebagai pemasok beras, tidak didapati masalah di lapangan dan sampai pada yang berhak tanpa di potong sedikitpun," pungkasnya.