Pemkot Surabaya Jelaskan Perbedaan Diskriminaai dan Kebijakan, GAS Jatim Pilih Nurut

Irvan Widyanto dan M. Yunus/RMOLJatim
Irvan Widyanto dan M. Yunus/RMOLJatim

Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya mengaku alot saat awal melakukan audensi dengan GAS (Gerakan Selamatkan) Jatim.


Padahal saat itu Pemkot Surabaya juga mendapat pendampingan dari beberapa organisasi masyarakat (ormas) dari Madura diantaranya Ikatan Keluarga Madura (Ikama), Madura Asli (Madas) dan Aliansi Madura Perantau (AMP), Putera Surabaya (Pusura) dan Jogo Boyo.

Audensi ini dilakukan lantaran GAS Jatim menilai Pemkot Surabaya telah melakukan diskriminasi terhadap warga Madura.

Bentuknya dengan melakukan penyekatan di Jembatan Suramadu sedangkan daerah penyangga lain yang juga tetangga Surabaya tak ada screening.

Kendati demikian Pemkot Surabaya tetap berupaya memberikan arahan dan pengertian secara perlahan terhadap ormas GAS Jatim.

"Salah satunya adalah terkait diskriminasi, tapi bukan menyangkut ras (golongan). Diskriminasi yang dianggap oleh mereka (ormas) adalah diskriminasi kebijakan yang dilakukan pemerintah kota," kata Wakil Sekretaris Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Surabaya, Irvan Widyanto dikutip Kantor Berita RMOLJatim usai audensi di bagian humas, Kamis (17/6).

Irvan menambahkan kebijakan penyekatan di akses Suramadu sisi Surabaya ini merupakan bentuk diskriminasi kebijakan. 

Namun demikian, setelah diberikan pemahaman, akhirnya mereka menyadari bahwasannya kebijakan tersebut bukanlah sebuah diskriminasi.

"Setelah kita berikan pemahaman kita terangkan semuanya, ternyata mereka menyadari bahwa ini bukan sebuah diskriminasi. Tapi memang sebuah upaya untuk memutus mata rantai dan mereka memahami. Karena kan tidak bisa keluar dari 3T. Testing, Tracing dan Treatment," ujarnya.

Apalagi, Irvan menyatakan, bahwa sebelum diterapkannya kebijakan penyekatan, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi sudah melakukan koordinasi dan meminta izin persetujuan dengan beberapa pemangku kepentingan. Baik itu Gubernur Jawa Timur, Pangdam V Brawijaya maupun Kapolda Jatim.

"Ini sudah dikoordinasikan semua. Apalagi Pak Wali Kota selalu menyatakan bahwasanya Bangkalan, Madura ini satu kesatuan dengan Surabaya. Karena banyak juga warga dari Madura yang tinggal dan mencari nafkah di Surabaya," ungkap dia.

Di samping meluruskan isu soal diskriminasi, Kepala BPB dan Linmas Kota Surabaya ini juga mengungkapkan, bahwa dalam audiensi ini, salah satu ormas juga meminta adanya pelonggaran masa berlaku hasil swab serta percepatan proses screening di penyekatan.

"Jadi memang sudah ada percepatan yang dilakukan oleh Dinkes (Dinas Kesehatan) Surabaya. Jadi, seperti contohnya kalau swab antigen cukup menunggu 15 menit. Dan swab PCR pun itu tidak menunggu hari lagi, tapi jam," terangnya.

Mantan Kepala Satpol PP Kota Surabaya ini mengungkapkan, bahwa Satgas Covid-19 Surabaya terus melakukan evaluasi terkait penyekatan di akses Suramadu. 

Bahkan, evaluasi ini juga melibatkan Pemerintah Kabupaten Bangkalan serta Pemerintah Provinsi Jatim.

"Kita juga sudah melakukan beberapa kali evaluasi. Jadi masa waktunya (hasil swab) itu bukan kita yang menentukan, tapi sesuai petunjuk pedoman dari Kemenkes (Kementerian Kesehatan). Jadi bukan kita yang menentukan masa berlaku waktu itu," jelas dia.

Namun begitu, Irvan menegaskan, pada intinya hasil dari audiensi ini seluruh ormas dan tokoh Madura yang hadir menyatakan sepakat untuk membantu pemerintah dalam upaya memutus rantai penyebaran Covid-19. 

Terlebih, mereka juga siap membantu petugas di penyekatan dan menyosialisasikan pentingnya protokol kesehatan kepada masyarakat.

"Mereka sepakat akan membantu untuk pelaksanaan penyekatan ini, karena semata-mata juga untuk memutus mata rantai dan juga memberikan perlindungan kepada warga Madura sendiri," pungkasnya.

Seperti diberitakan penyekatan dan screening jembatan Suramadu sisi timur mendapat tentangan dari ormas GAS (Gerakan Selamatkan) Jatim.

Bahkan ormas GAS Jatim akan melakukan aksi unjuk rasa di depan Pemkot Surabaya dan Polda Jatim, pada Jumat (18/6) namun dimajulan Kamis (17/6).

Ormas GAS Jatim menilai penyekatan di Jembatan Suramadu itu sebagai bentuk diskriminasi terhadap warga Madura.

Sebab masih ada daerah penyangga lain seperti Sidoarjo dan Gresik tak dilakukan penyekatan.

Parahnya lagi bila aksi mereka tak di dengar agar Pemkot Surabaya segera melakukan evaluasi penyekatan jembatan Suramadu.

Korlap Aksi GAS Jatim Bob Hasan mengancam akan membawa massa yang lebih besar dari sebelumnya yakni 30 orang serta akan membawa kebijakan Pemkot Surabaya itu ke ranah hukum.

Namun sayangnya keinginan ormas GAS tak sejalan dengan ormas dari Madura seperti ormas Madura Asli (MADAS) dan Ikatan Keluarga Madura (Ikama).

Malah kedua ormas itu mendukung kebijakan Pemkot Surabaya melakukan penyekatan dan tes antigen kepada pengendara yang masuk kota Pahlawan lewat Suramadu.

Kedua ormas itu menilai langkah Pemkot Surabaya sudah tepat dengan memutus mata rantai penyebaran Covid-19 yang saat ini melanda Kabupaten Bangkalan.

Serta memyelamatkan masyarakat Madura baik yang masih tinggal di pulau garam maupun saat ini bermukim di Kota Surabaya.