Cegah Klaster Keluarga, Wali Kota Eri: Kalau Batuk atau Flu Langsung ke Puskesmas Lakukan Rapid Antigen

Wali Kota Eri meninjau vaksinasi massal di Jalan Tambak Asri/RMOLJatim
Wali Kota Eri meninjau vaksinasi massal di Jalan Tambak Asri/RMOLJatim

Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menerapkan standar perawatan Covid-19 kepada warga yang rapid antigennya positif, sehingga tidak harus menunggu hasil Swab PCR keluar.


Langkah ini diambil sebagai upaya preventif dan kuratif untuk mencegah klaster di lingkungan keluarga.

"Kalau ada warga hasil rapid antigen-nya positif, maka langsung dikasih obat-obatan, beri vitamin dan permakanan. Jadi tidak harus menunggu hasil swab PCRnya keluar," kata Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi dikutip Kantor Berita RMOLJatim saat meninjau vaksinasi massal di Jalan Tambak Asri, Kelurahan Morokrembangan, Kecamatan Krembangan, Surabaya, Senin (19/7).

Oleh sebab itu, Wali Kota Eri juga mengimbau kepada seluruh warga Surabaya apabila mengalami gejala batuk maupun flu, supaya segera memeriksakan diri ke Puskesmas. 

Selain dilakukan pemeriksaan kesehatan, warga tersebut juga di-rapid antigen. 

"Kalau ada yang sakit misal batuk atau flu, saya harap agar bisa langsung ke Puskesmas. Ketika ada yang batuk flu, langsung dilakukan pemeriksaan rapid antigen," pesannya.

Nantinya, apabila hasil rapid antigen positif, Wali Kota Eri berharap, warga tersebut berkenan untuk menjalani isolasi ke Rumah Sakit Lapangan Tembak (RSLT), Hotel Asrama Haji (HAH) atau tempat-tempat yang telah disediakan Pemkot Surabaya. 

Utamanya, bagi warga yang rumahnya kurang layak apabila digunakan untuk isolasi mandiri (isoman).

"Makanya saya punya kebijakan kalau rapid antigen positif, langsung ditarik isolasi agar jangan di dalam rumah. Karena Covid-19 ini bukan aib, tapi penyakit yang bisa disembuhkan. Kita harus semangati mereka," tuturnya.

Di sisi lain, Wali Kota Eri juga berpesan kepada warga apabila melakukan rapid antigen mandiri dan hasilnya positif, supaya segera melaporkan ke Puskesmas maupun rumah sakit. 

Harapannya, warga tersebut bisa segera mendapat perawatan untuk mencegah terjadinya klaster di lingkungan keluarga. 

"Karena masih saja ada warga yang merasa penyakit ini adalah sebuah aib. Sehingga mereka takut untuk melaporkan ataupun memeriksakan diri ke Puskesmas atau Rumah Sakit," pungkasnya.