Mas Eri Cahyadi, Didiklah Anakbuah Anda Sebelum Mendidik Masyarakat

Ilustrasi Satpol PP/Net
Ilustrasi Satpol PP/Net

BARANGKALI Walikota Surabaya Eri Cahyadi perlu mendidik anakbuahnya, anggota Satpol PP Kota Surabaya sebelum mendidik masyarakat. Terutama saat menegakkan aturan perpanjangan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 4. 

Semalam, Rabu (28/7), razia Satpol PP Kota Surabaya yang digelar di wilayah kecamatan, berhasil merazia sejumlah warga pelanggar protokol kesehatan (Prokes). Di antara pelanggar itu, ada anak di bawah umur yang dirazia oleh Satpol PP Kecamatan Sukomanunggal. 

Rencananya mereka dibawa ke Liponsos Keputih untuk diberi pembinaan. Yang dimaksud dengan pembinaan adalah mereka akan diajak tour untuk melihat orang-orang sakit yang terjangkit Covid-19, kemudian dibawa ke kuburan Covid-19. Barulah besoknya mereka menjalani tes swab. Demikian kata petugas Satpol PP yang saya temui. 

Yang saya sayangnya sikap arogansi petugas Satpol PP menangkap anak di bawah umur. Namanya Yosi Saputra. Usia masih 15 tahun. Saya tidak bisa membayangkan kondisi psikis Yosi saat ditangkap dan dikeler keliling Kota Surabaya untuk diajak tour melihat penderita Covid-19 yang menjalani isolasi dan melihat kuburan. 

Saat semua pelanggar Prokes dikumpulkan di Kecamatan Tandes dan hendak dibawa menggunakan bus, kami sempat menanyakan kesalahan Yosi. Namun petugas Satpol PP bernama Horiri tidak memberi jawaban. Pokoknya nanti tanyakan ke pimpinan. Kami diping pong lagi saat bertanya ke petugas Satpol PP Kecamatan Sukomanunggal yang menangkap Yosi, katanya nanti (Yosi Saputra) dibawa tour keliling terus baru dikembalikan. 

Enak sekali mereka bilang begitu. Apa mereka tidak tahu betapa khawatirnya orangtua Yosi saat anaknya ditangkap. 

Bagaimana jika terjadi sesuatu dengan Yosi. Siapa yang bertanggungjawab. Sebab saat Yosi ditangkap petugas Satpol PP tidak menjelaskan kesalahan si anak tersebut. Malah menyuruh menanyakan ke pimpinan. Bukankah yang tahu kejadiannya petugas di lapangan. Apalagi penangkapan itu tidak ada pemberitahuan ke pihak keluarga. Pokoknya nanti dijemput saja ke Liponsos Keputih. 

Mas Eri Cahyadi, 

Sekarang saya mau bertanya ke Anda sebagai Walikota Surabaya, apa Anda membenarkan sikap arogan Satpol PP Kota Surabaya tersebut. Sebab saat Yosi dirazia, pihak keluarga sama sekali tidak diberi keterangan terkait kesalahan si anak. Polisi saja kalau menangkap orang selalu memberitahu kesalahan. Kok, ini ujug-ujug anak orang ditangkap begitu saja. 

Sepengetahuan keluarga, Yosi keluar rumah sehabis sholat Isya. Dia sudah mentaati Prokes dengan mengenakan masker. Kalau pun dia keluar malam dan bergaul dengan teman-temannya, lantas masalahnya di mana. Apakah negara ini menerapkan aturan jam malam untuk warganya. Tidak kan. Kecuali aturan jam malam bagi usaha warung, mall, dan ritel. 

Menciduk seorang anak di bawah umur dan kemudian dikeler tanpa pemberitahuan terlebih dahulu ke pihak keluarga, apakah si anak ini bersalah atau tidak - bahkan tidak menjelaskan kesalahan si anak, dalam hal ini Satpol PP Kota Surabaya telah menyalahi banyak aturan. 

Secara tidak langsung, Satpol PP Kota Surabaya telah melanggar Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.  

Seharusnya untuk penangangan anak di bawah umur, Satpol PP Kota Surabaya memiliki SOP jelas. Khusus untuk anak pelanggar Prokes, penangangannya harus dilakukan secara khusus. 

Sehingga tidak serta merta anak orang ditangkap dan dikeler, dibawa ke sana kemari seperti penjahat pada jam malam tanpa pemberitahuan. Hal itu dapat membuat psikis anak terganggu. 

Melihat anggota Satpol PP berseragam lengkap saja dapat membuat trauma anak. Apalagi sampai ditangkap atas pelanggaran yang belum jelas. 

Untuk penanganan anak di bawah umur, Satpol PP Kota Surabaya harus memiliki SOP yang jelas. Kalaupun sudah ada SOP, saya tidak yakin hal ini dipahami semua anggota Satpol PP di lapangan. Buktinya kejadian menimpa Yosi, dan mungkin menimpa anak-anak lain yang tidak terekspos media.

Mas Eri Cahyadi, 

Membawa anak di bawah umur untuk diajak tour keliling melihat orang sakit Covid-19 dan melihat kuburan Covid-19, apakah itu bagian dari SOP. 

Menangkapi orang-orang, dinaikkan mobil bersama-sama, lalu dibawa ke orang-orang sakit Covid-19, menurut saya, hal itu malah membuat seseorang lebih rentan tertular karena mereka berinteraksi dengan banyak orang. Dan pastinya dalam kondisi itu, aturan Prokes dilanggar. 

Jujur, saat saya melihat Yosi dan orang-orang dibawa dengan bus, di sana sama sekali tidak ada jarak 1 meter. Mereka duduk berdampingan. Ada interaksi fisik dan komunikasi. Ini saja sudah rentan penularan Covid-19. 

Bahkan yang membuat miris, saya melihat ada seorang pria tiba-tiba turun dari bus dan meminta perlindungan ke saya. Dia bilang ada susulan keluarga. Ibunya sakit parah. Sedang dia ditangkap saat keluar malam. Namun anggota Satpol PP tidak mempedulikannya. Dia tetap diangkut ke bus meski terlihat agak ketakutan. 

Lihat, orang dewasa saja ketakutan apalagi anak-anak. 

Bagaimana seandainya hal itu benar terjadi. Ibu pria tersebut sakit parah, dan malam itu dia harus mencari oksigen untuk ibunya. Bagaimana dia bisa merawat ibunya kalau sedang ditangkap Satpol PP dan diajak keliling melihat orang-orang sakit Covid-19 sementara ibunya 'diterlantarkan'. Bagaimana seandainya malam itu adalah malam terakhir si anak melihat ibunya. Apakah anggota Satpol PP Kota Surabaya pernah memikirkan hal itu. 

Mas Eri Cahyadi, 

Saya yakin banyak pelanggaran serupa dilakukan Satpol PP Kota Surabaya terhadap anak di bawah umur yang tidak terekspos media. Dan, mungkin Mas Eri Cahyadi tidak tahu dan hanya dilapori yang baik-baik saja. Tapi saya juga yakin, banyak Satpol PP Kota Surabaya yang memiliki empati dan rasa kemanusiaan pada sesamanya. 

Karena alasan inilah, Anda sebagai Walikota Surabaya harus mendidik kembali anakbuah Anda sebelum terjun ke masyarakat. Sebab pola-pola yang dilakukan anggota Anda saat merazia warga sudah banyak menyalahi aturan. 

Silahkan tegakkan aturan PPKM, tapi lakukan secara persuasif dan humanis. Masyarakat Kota Surabaya akan memahami jika mereka diberi penjelasan. Jangan sampai operasi PPKM level 4 menjadi ricuh lagi seperti saat operasi PPKM darurat di Bulak Banteng, Kenjeran, Surabaya beberapa waktu lalu. Kita tidak mau itu terjadi lagi.

Wartawan Kantor Berita RMOLJatim