Pengkoperasian BUMN dan Agenda Demokratisasi Ekonomi

Bapak Koperasi Indonesia Drs Mohammad Hatta atau lebih dikenal dengan Bung Hatta/Net
Bapak Koperasi Indonesia Drs Mohammad Hatta atau lebih dikenal dengan Bung Hatta/Net

CORAK kepemilikan kelembagaan bisnis itu ditentukan oleh sistem ekonomi yang diterapkan oleh negara tersebut. Di negara sistem ekonomi komunis dicirikan adanya dominasi perusahaan milik negara. Di negara penganut sistem kapitalis,didominasi oleh segelintir perusahaan milik privat. Di negara dengan rezim demokrasi didominasi kepemilikan oleh masyarakat secara kolektif. Secara konstitusional, Indonesia diperintahkan untuk menerapkan sistem demokrasi ekonomi. 

Dalam makna asli penjelasan Pasal 33 UUD 1945, disebut bangun perusahaan yang sesuai dengan demokrasi itu ialah koperasi. Walaupun dalam praktiknya, di Indonesia yang berjalan adalah bercorak kapitalistik--dengan catatan sebagai penganut sistem kapitalis pinggiran.

Sejak "Washington Concensus" dikampanyekan awal tahun 1980an oleh Inggris dan Amerika Serikat, model pembangunan dan penanganan krisis ekonomi di berbagai belahan dunia dan terutama di negara negara berkembang terus mengikuti arah trimatra globalisasi, yaitu ; deregulasi, liberalisasi dan privatisasi.

Deregulasi dilakukan dengan menghapus peraturan yang menghambat kelancaran pergerakan arus barang, jasa dan modal secara global. Liberalisasi adalah membentuk kawasan ekonomi global yang terbebas dari hambatan tarif. Sementara privatisasi adalah satu kebijakan yang mendorong adanya pelepasan kepemilikan publik negara ke tangan privat. Salah satunya adalah dengan upaya memprivatisasi perusahaan BUMN (Badan Usaha Milik Negara).

Agenda privatisasi BUMN (Badan Usaha Milik Negara) di Indonesia mencapai tahap eskalasinya ketika dikeluarkannya Undang Undang No. 19 tahun 2003 tentang BUMN (UU BUMN).  Di dalam UU tersebut, dengan otoritas yang melekat secara mutlak pada Presiden dan dijalankan secara operasional oleh menteri, telah mengarahkan badan hukum publik seperti Perusahaan Umum (Perum), Perusahaan Jawatan (Perjan) menjadi Perseroan.

Dengan model BUMN badan hukum perseroan akhirnya fungsi BUMN sebagai agen pembangunan melemah dan menjadi perusahaan pengejar keuntungan (profit oriented) yang mana kata tujuan mengejar keuntungan itu disebut secara redundant, berulang di 4 pasal (Pasal 1 ayat 2, pasal 2 poin b, pasal 4, dan pasal 12) semata untuk menegaskan bahwa perusahaan BUMN itu sudah benar-benar berubah orientasi, dan hanya satu tujuan utamanya, demi mengejar keuntungan.  

Otoritas pengambilan keputusan mutlak ada di tangan Presiden, sehingga pembubaran, pelepasan, atau penjualan aset BUMN dapat dilakukan oleh seorang Presiden sendiri dengan pelaksana operasional seorang menteri terutama Menteri BUMN. Rakyat sebagai pemegang kedaulatan (kekuasaan) negara menjadi hilang haknya. Sehingga tanpa persetujuan rakyat maka BUMN kita banyak yang telah dibubarkan, dilepas sebagian sahamnya dan bahkan dijual ke pihak pemilik modal besar.

Pada saat tahun 2019 misalnya, kita masih memiliki sebanyak 191 perusahaan BUMN. Namun hingga akhir tahun 2023,  perusahaan BUMN kita tinggal 65. Ada 126 perusahaan BUMN yang telah dijual atau dibubarkan oleh Presiden tanpa persetujuan rakyat dengan dalih pengurangan peran pemerintah, mengurangi beban keuangan negara, peningkatan efisiensi, demi daya saing, perluasan kepemilikan dan lain sebagainya. Masalahnya adalah aset-aset BUMN itu jatuhnya bukan dibeli dan dimiliki oleh rakyat banyak namun dibeli oleh para kapitalis pemilik modal besar.   

Menurut data Kementerian BUMN hingga akhir 31 Desember 2023, ada 13 perusahaan BUMN yang sudah go public atau sahamnya sebagian dimiliki oleh masyarakat, dalam bentuk perseroan terbatas sebanyak 25 perusahaan dan yang masih dalam bentuk perum atau 100 persen dimiliki pemerintah sebanyak 11 perusahaan, perusahaan yang dikelola PPA (Perusahaan Pengelola Aset) sebanyak 13 dan Danareksa sebanyak 3 perusahaan.

Sebagai contoh salah satu saham perusahaan BUMN yang sudah go public misalnya, Bank BRI, saham pemerintah masih 53 persen dan 47 persennya sekarang sudah dimiliki publik karena di-right issue (dilepas) untuk alasan mencari tambahan modal melalui pasar modal. Sekarang ini, dari 47 persen sahamnya itu dimiliki oleh hanya 342 ribu orang dan yang perlu diketahui, dari 47 persen saham tersebut, 92 persennya dimiliki oleh orang asing (Laporan BRI, 2023).

Menurut data Kementerian BUMN, pada September tahun 2023, aset konsolidasi BUMN adalah sebesar 9.867 triliun rupiah dan utangnya adalah sebesar Rp7.301 triliun rupiah. Ini artinya modal bersih BUMN itu hanya 2.566 triliun rupiah. Artinya berarti banyak perusahaan BUMN yang jika terkena gejolak ekonomi dapat terancam gagal bayar. Ini artinya harus ada suntikan dana segar dan konsekuensinya adalah dijual atau kalau tidak saham pemerintah diturunkan dan bisa strukturnya berubah menjadi minoritas yang artinya negara tidak lagi dapat mempengaruhi keputusan perusahaan dan jatuh ketangan orang perorang.

UU BUMN yang berlaku saat ini membuat perusahaan BUMN badan hukum Perseroan dapat semua beralih ke tangan orang perorangan dan jatuh ke  pemilik modal besar dan atau dibubarkan oleh Presiden. BUMN yang utamanya bertujuan mengejar keuntungan itu berarti dapat semau maunya menetapkan tarif listrik, tarif BBM, tarif kereta api, harga sembako, dan lain sebagainya dengan abaikan aspirasi masyarakat.

Kedaulatan rakyat lenyap dalam sistem penguasaan aset BUMN dan jatuh ke tangan autokrasi yang bernama jabatan Presiden, jabatan yang seharusnya hanya berperan sebagai pelayan rakyat. Dengan model BUMN badan hukum perseroan panduan sistem ekonomi kita bukan lagi Konstitusi, melainkan sistem pasar kapitalis dan hak istimewa yang autokratif yang melekat pada Presiden. Rakyat dijadikan sebagai umpan para kapitalis global dengan didorong oleh pengkhianat dan parasit negara untuk kuasai saham BUMN melalui badan hukum perseroan. Rakyat dijadikan sebagai tambel kepentingan pengerukan keuntungan segelintir elit politik dan elit kaya.

Kebijakan autokratif BUMN badan hukum perseroan pengejar keuntungan tersebut dalam praktik investasi di daerah tambang, dan perkebunan monokultur dalam kuasa perusahaan BUMN justru akhirnya menterasingkan rakyat dan bahkan membuat konflik dengan rakyat di sekitarnya. Atas nama pengejaran keuntungan, rakyat dapat digusur semena mena, ditindas, dan bahkan diperas perusahaan BUMN. Rakyat sebagai pemilik kedaulatan syah negara ini dan yang berarti seharusnya menjadi pemilik saham BUMN justru jadi korban kenaikan tarif listrik, BBM. Perusahaan yang katanya milik negara, yang berarti milik rakyat itu malah justru memelintir leher rakyat sendiri.  

Sistem Demokrasi Ekonomi

UUD 1945 Pasal 33 ayat 1 berbunyi "Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan". Ditambah lagi secara tegas disebut dalam Pasal 1 ayat 2 "Kedaulatan ada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang Undang Dasar".

Perekonomian artinya meliputi seluruh wadah ekonomi dan kata "disusun" artinya tidak boleh dibiarkan tersusun sendiri melalui mekanisme dan kekuatan pasar, secara imperatif tidak boleh dibiarkan tersusun sendiri mengikuti kehendak dan selera pasar (Sri edi Swasono, Koperasi Ekonomi Rakyat Bung Hatta (KER-BH), 2023, hal: 17).

Menurut John Rawl (Teori Keadilan, 2006, Pustaka Pelajar hal: 334-335), suatu sistem ekonomi itu bukan hanya perangkat institusional untuk memuaskan kebutuhan yang ada, tapi juga suatu cara untuk menciptakan dan membentuk keinginan keinginan di masa depan. Untuk itu sebagai upaya mencapai cita cita sebagaimana tertuang dalam pembukaan Konstitusi kita, yaitu untuk mencapai masyarakat yang berkeadilan dan makmur, maka sistem ekonomi kita itu supaya diciptakan sedemikian rupa supaya menjadi adil dan membawa kemakmuran seluruh rakyat.  

Sementara yang dimaksud usaha bersama itu artinya sebagai sebuah usaha untuk melibatkan kepesertaan aktif  dari seluruh rakyat Indonesia. Sedangkan asas kekeluargaan yang dimaksud, kita dapat merujuk dari apa yang disebut Mohammad Hatta (1902-1980) yang secara letterlijk menyebut yang dimaksud asas kekeluargaan itu ialah koperasi! karena koperasilah yang menyatakan kerjasama antara mereka yang berusaha sebagai suatu keluarga(Hatta, 1951). Diperjelas dalam pengertian asli dari pasal 33 ayat 1 bahwa bangun perusahaan yang sesuai dengan demokrasi ekonomi itu ialah koperasi.

Koperasi adalah sistem ekonomi yang bermuatan atau berwatak sosial. Sejak awal mula koperasi dikembangkan sebagai organisasi/perusahaan di Rochdale Inggris tahun 1844 tak hanya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan konsumen yang sekaligus menjadi pemilik, namun juga sebagai deklarasi kesetaraan manusia. Ini dipraktikkan dalam sistem demokrasi koperasi dalam hak satu orang setara terutama dalam mengambil keputusan di tempat kerja, di perusahaan sebagai jantung pergerakan ekonomi.

Asas kekeluargaan sebagaimana diterjemahkan Hatta itu tentu bukan hanya dalam konteks pengertian mikro-organisasi perusahaan, tapi juga dalam dimensi makro-ideologi. Sehingga dalam konteks ini, dasar penentu keputusan perusahaan BUMN seharusnya menggunakan sistem demokrasi koperasi agar mendorong partisipasi aktif rakyat dan memberikan manfaat bagi rakyat banyak.

Pemahaman secara komprehensifnya, seharusnya praktik sistem ekonomi yang kita jalankan adalah sistem demokrasi ekonomi, sistem yang meletakkan kepentingan demos atau rakyat sebagai yang supreme, yang utama ketimbang peranan modal finansial, betapa pentingnya kebutuhan akan modal finansial itu. Bukan di dalam model perseroan kapitalistik yang jadikan modal sebagai dasar penentu keputusan. Sistem demokrasi ekonomi atau padananya sebagai sistem ekonomi rakyat adalah suatu sistem yang memungkinkan agar setiap rakyat dapat terlibat secara aktif partisipatoris dalam proses produksi, distribusi dan konsumsi.

Kemudian menurut pasal 33 ayat 4 disebut "Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi-berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional". Selain asas demokrasi ekonomi yang sudah diterangkan di atas, maka prinsip kebersamaan harus dijaga. Kebersamaan tentu tidak akan muncul jika keadilan tidak dihadirkan. Maka sistem penyelenggaraan ekonomi kita harus tetap memperhatikan aspek keadilan dan bahkan ketika bicarakan tentang aspek efisiensi pun harus dimaksudkan yang berkeadilan.

Kepemilikan saham BUMN oleh seluruh rakyat melalui badan hukum koperasi, bukan hanya akan membuat efisiensi itu berkeadilan, tak hanya akan kepedulian terhadap lingkungan, tapi juga mempertahankan kemandirian serta menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi karena rakyat semua terlibat. Keterlibatan rakyat seluruhnya penting, dan bukan hanya mereka yang kemampuan modal membeli saham perusahaan BUMN badan hukum perseroan dalam penyelenggaraan ekonomi akan berdampak pada sistem pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.

Koperasikan BUMN

Ketika saya lontarkan ide tentang koperasikan BUMN (Badan Usaha Milik Negara) di dalam satu diskusi tanggal 31 Januari 2024 lalu, langsung menuai kontroversi di media. Berbagai bantahan muncul dengan menganggap ide ini sebagai tidak rasional, tidak mungkin, membingungkan, ngawur,  tak masuk akal, berbahaya, tak berdasar, absurd, dianggap salah kaprah dan bahkan dianggap inkonstitusional atau bertentangan dengan UUD 1945. Namun untuk menjawab itu semua, beruntunglah kita punya panduan penting, yaitu UUD 1945 yang telah mengatur dasar dari penyelenggaraan ekonomi kita.

Dalam dimensi mikro organisasi, koperasi adalah juga bangun perusahaan, namun  berbeda dengan korporat persero kapitalis yang menjadikan modal sebagai basis penentu keputusan, koperasi menjadikan orang dengan hak yang sama untuk mengambil keputusan. Modal bukan dijadikan sebagai penentu tapi hanya sebagai alat bantu mencapai kesejahteraan. Dalam tujuannya juga jelas bahwa, sebagai alasan adanya (raison d'etre) koperasi itu ialah untuk mencapai nilai manfaat (benefit) yang berdimensi pada kepentingan para pihak (multistakeholder) dan bukan keuntungan (profit) yang orientasinya adalah pada kepentingan utama pada pemegang saham (shareholder) semata.

Ide mengkoperasikan BUMN itu mengkonversi atau mengubah badan hukum BUMN Perseroan jadi badan hukum Koperasi. Secara entitas bisnis dengan perubahan BUMN badan hukum perseroan menjadi berbadan hukum koperasi itu tidak ada yang hilang atau dibubarkan. Justru dengan badan hukum BUMN koperasi itu tujuanya untuk memperkuat BUMN, agar karyawannya dan rakyat luas hidup lebih sejahtera.

Seluruh rakyat Indonesia dan termasuk seluruh karyawan langsung ikut memiliki saham  BUMN. Tidak seperti sekarang ini, negara katanya milik rakyat dan berarti BUMN itu milik kita namun kenyataanya kita itu hanya memiliki "seakan akan". Malahan kita hanya diperlakukan sebagai objek pengerukan keuntungan BUMN.

Semua rakyat menjadi dapat  turut membuat pengaruh kebijakan perusahaan karena hak suaranya itu setiap orang sama. Presiden, menteri, bahkan komisaris dan direksinya  berubah posisinya hanya sebagai pelayan, bukan menjadi penguasa BUMN. Presiden dan Menteri tak lagi punya hak mutlak dalam pengambilan keputusan. Tidak bisa sekehendak hati jual, melepas atau bubarkan perusahaan seperti yang terjadi saat ini. Orientasi pengejaran keuntungan (profit oriented) BUMN berubah menjadi mengejar manfaat (benefit oriented) bagi masyarakat meliputi seluruh rakyat Indonesia bukan segelintir orang.

Perusahaan BUMN basis koperasi  tidak dapat lagi  menggaji buruh jabatan terendah secara murah. Tidak boleh lagi ada gaji pekerja dengan jabatan terbawah hanya UMR (Upah Minimum Regional) sekitar 60 juta rupiah per tahun, sementara gaji dan bonus komisaris dan direksinya ada yang hingga  30 milyard per tahun. Sistem penggajian yang layak dan adil bagi semua dapat kita terapkan.

BUMN badan hukum koperasi itu tidak boleh lagi menggusur, mengklaim tanah rakyat, merusak lingkungan, menetapkan tarif BBM, Gas, sembako sembarangan. Rakyat dapat meminta agar uang mereka yang ada di bank BUMN itu tidak digunakan untuk biayai proyek yang mempekerjakan buruh murah, merusak lingkungan, memperkerjakan anak dan lain sebagainya. Setiap rakyat dapat mengarahkan uang yang ada di bank BUMN itu untuk investasi yang ciptakan banyak pekerjaan untuk anak anak muda dan menguntungkan bagi rakyat bukan segelintir elit kaya.  

Rakyat tidak dapat lagi hanya dijadikan sebagai obyek tapi sebagai subyek kebijakan perusahaan. Tidak boleh jadi korban komersialisasi dan komodifikasi BUMN.  Pengkonversian menjadi badan hukum koperasi diharapkan akan mendorong tata kelola BUMN lebih transparan dan demokratis karena rakyat dapat berpartisipasi aktif secara luas dalam aktifitas BUMN serta turut menikmati usaha usaha BUMN secara langsung.  

Kesenjangan ekonomi kita saat ini sudah sangat parah. Menurut Suissie Credit Institute (2022), secara Gini Rasio Kekayaan kita sudah 0,77 (skala 0-1). Ini bukti bahwa ada penumpukkan  kekayaan pada segelintir orang. Dilaporkan oleh Oxfam, dari 4 keluarga konglomerat kekayaannya sama dengan 100 juta rakyat Indonesia. Menurut FAO (2022), ada 16,2 juta rakyat yang pergi tidur dengan perut kosong. Pengkoperasian BUMN ini adalah untuk ciptakan kesejahteraan rakyat dan perangi kesenjangan sosial ekonomi yang sudah parah tersebut.

Cara Mengkonversi

Secara sederhana yang dimaksud dengan mengkoperasikan BUMN itu adalah mirip dengan upaya memprivatisasi atau mengkorporatisasi BUMN yang terjadi terutama sejak 2003. Namun bukan mengubah Badan hukum publik pemerintah pusat berupa Perusahaan Jawatan ( Perjan) dan Perusahaan Umum ( Perum) menjadi Perseroan melainkan Koperasi.

Perubahan menjadi badan hukum koperasi ini lalu diikuti dengan cukup dikeluarkan PP (Peraturan Pemerintah) tentang Penyerahan Aset Pemerintah (imbreng) kepada rakyat Indonesia keseluruhan melalui badan hukum koperasi tersebut. Ini seharusnya semudah Presiden mengkonversi dari badan hukum publik ke Persero BUMN seperti yang selama ini terjadi.

Secara manajemen, tidak perlu ada yang perlu dilakukan perombakan bersar di tingkat manajemen. Hanya perlu diikuti dengan sistem tata kelola koperasi yang mana setiap anggota (warga negara) menjadi punya hak suara sama. Juga berikan pemahaman kepada seluruh pegawai BUMN bahwa mereka adalah pelayan rakyat. Mereka tidak bisa hanya posisikan rakyat sebagai konsumen  tapi sebagai pemilik, majikan mereka. Mengenai sistem tata kelola ini tidak perlu resah, kita dapat mencontoh bagaimana praktik koperasi dengan jutaan anggota seperti Koperasi besar dunia dengan anggota jutaan orang seperti Koperasi konsumen NTUC Fair Price di Singapura, puluhan juta anggota seperti bank Koperasi Desjardin Group di Kanada, Koperasi listrik National Rural Electricity Cooperative Association (NRECA) di Amerika Serikat  dan lain sebagainya.

Pengkoperasian BUMN menjadi badan hukum koperasi itu hanya salah satu upaya untuk mewujudkan cita cita demokrasi ekonomi sesuai Konstitusi. Sesungguhnya masih banyak agenda yang lainya. Sebut saja misalnya pembagian saham untuk buruh (Employee Share Ownership Programme/ESOP) di perusahaan, pembatasan rasio gaji tertinggi dan terendah, penerapan sistem pendapatan minimum warga, mendorong realisasi reforma agraria hingga tata kelola, dan lain sebagainya.

*Penulis adalah Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES) dan CEO Induk Koperasi Usaha Rakyat (INKUR)