Marah ke Jajarannya Soal Nenek Sumirah Tak Pernah Terima Bantuan, Eri Cahyadi: Kebacut!

Video Walikota Surabaya Eri  Cahyadi marahi jajarannya/Repro
Video Walikota Surabaya Eri Cahyadi marahi jajarannya/Repro

Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi terlihat marah besar ketika mengetahui ada warganya yang hidup sebatang kara namun tak mendapat perhatian dari jajarannya.


Kemarahan Wali Kota Eri ini terlihat dalam video yang diupload di media sosial miliknya.

Dalam video yang di lihat di akun instragram ericahyadi_  itu, Wali Kota Eri Cahyadi nampak serius memarahi seluruh jajarannya mulai dari Kepala OPD, Camat, Lurah dan pegawai negeri sipil. 

Dalam video yang diupload sekitar 5 jam yang lalu itu, telah di lihat 16 ribuan orang dan di kolom komentar 566. 

Dalam video itu juga disertai caption ' Pemerintah Kota yang salah, Saya yang salah. 

Ada laporan, Nenek Sumirah yang hidup seorang diri di wilayah Sukomanunggal, belum terjangkau bantuan sama sekali. Kemarin saya sampaikan ke seluruh ASN Pemkot Surabaya, secara virtual, bahwa kita semua harus turun. 

Lurah, camat, kasi, kabid, kepala perangkat daerah. Mutar ke daerahnya, ke wilayah kerjanya, sesuai tugasnya. 

"Saya minta maaf. Nenek Sumirah sudah dalam penanganan Pemkot Surabaya. Untuk teman-teman, adukan segala masalah di lapangan lewat aplikasi Wargaku atau @call112surabaya," tulis caption Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi. 

"Nelangsa lansia sebatang kara di Surabaya tidak tersentuh bantuan selama corona. Baik bantuan dari Kemensos, maupun bantuan dari Pemerintah Kota Surabaya. Siapa yang salah, Pemerintah Kota, Saya yang salah,"  kata Wali Kota Eri Cahyadi dalam video tersebut.

"Kalau lansia ini, iku Camat ambek Lurah, Kepala OPD, Pegawai Negeri Sipil Kota Surabaya yang menjadi tetangganya tidak tahu, iku njenenge kebacut (itu namanya terlalu)," ungkap Eri Cahyadi. 

Untuk itu, Eri Cahyadi meminta jajarannya untuk turun langsung ke bawah. Melihat kondisi warganya. 

"Berarti yang namanya pejabat saya, baik dari Kepala OPD, Kasi, Kabid, Lurah, Camat, Kasi Kecamatan, Kasi Kelurahan tidak dekat sama masyarakatnya. Kalau dekat dengan masyarakatnya ya pasti onok laporan ini. Karena saya nyuwun tolong kepada njenengan semua, ayo muduno (turun), tolong turun, lihat," lanjut Eri. 

"Jangan pernah mulai hari ini lagi, di Pemerintah Kota Surabaya ada orang miskin, yang pejabat Pemerintah Kota Surabaya ini tidak pernah tahu. Makane muter. Di kelilingi iku, dikelilingi daerahe," tandas Eri. 

Seperti diberitakan seorang wanita berusia lanjut di Kota Surabaya ini belum tersentuh bantuan sosial selama pandemi Covid-19. 

Bahkan bantuan dari progam permakanan dari Pemkot Kota Surabaya juga tidak pernah di dapat. 

Wanita tua itu ialah Sumirah yang berusia 89 tahun, warga asal RT 1 RW 1 Kelurahan Simomulyo, Kecamatan Sukomanunggal, Surabaya. 

Ia tinggal di sebuah kamar kontrakan seorang diri. Lansia yang sudah lama 16 tahun menjanda ini, nampak tegar, meski hanya hidup sebatang kara. 

Sumirah mengakui selama pandemi Covid-19 belum menerima bantuan sosial dari pemerintah dan juga progam permakanan untuk warga usia lanjut dari Pemkot Surabaya. 

"Tidak pernah. Belum sama, sumpah saya sudah tua," kata Sumirah pada wartawan di rumahnya, Selasa (24/8).

Sumirah juga mengaku petugas dari kelurahan dan kecamatan di wilayahnya belum pernah mendatangi rumahnya untuk melakukan pendataan. 

"Belum pernah nak, itu saksi-saksinya tetangga," ujar Sumirah. 

Bahkan ia pernah mencoba menanyakan ke RT/RW setempat terkait bantuan dari pemerintah. Namun, ia tidak mendapatkan jatah bantuan. 

"Ngeten, mboten enten jatahe, mboten enten teng inggil terose. (begini, tidak ada jatahnya, tidak ada dari atas katanya). Ngoten jawabe. Nggih pun diajokno. Kulo foto copy onok peng rong poloh di jaluki, nggih mboten enten kabar nopo-nopo kok nak ( Begitu jawabnya. Iya sudah diajukan, saya sudah foto copy dua puluh kali. Ya tidak ada kabar apapun kok nak)," ungkap Sumirah. 

Sumirah yang sudah 30 tahun tinggal dirumah kontrakan di kawasan Kelurahan Simomulyo, Kecamatan Sukomanunggal itu, harus mencari biaya buat hidup dan membayar kontrakan perbulannya sebesar Rp 250 ribu perbulan. 

Ia pun mengaku nelangsa, ketika melihat para tetangganya yang berangkat mengambil bantuan dari pemerintah. 

"Selama corona kulo mboten angsal nopo-nopo (Selama Corona, saya belum mendapatkan apa-apa), mboten nate disenggol (tidak pernah disentuh), kulo ningali tiyang-tiyang mendet beras kaleh duit, nelongso kulo nak (Saya melihat orang-orang mengambil beras sama uang, nelangsa saya nak)," ungkap Sumirah sembari berkaca-kaca. 

Dengan keadaan seorang diri, ia pun pernah menanyakan kembali kepada pengurus RT/RW. 

Ia pun sampai bertanya-tanya apakah dirinya masuk kategori orang gelandangan kok tidak tersentuh bantuan. 

"Kulo sampe nate sanjang teng RT/RW, Pak kulo bade tanglet, nopo kulo niki gelandangan? kok sampek mboten kedata, kulo sampe ngoten (Saya sampai pernah bertanya kepada RT/RW, Pak saya mau tanya, apa saya ini gelandangan? Kok tidak ada datanya. Saya sampai begitu), terus disuwun KTP dan lain-lain. Tapi nggih mboten wonten kabar nopo-nopo," imbuh Sumirah. 

Meski, Sumirah hidup seorang diri, ia banyak dibantu oleh para tetangga yang sudah menganggapnya, sebagai seorang ibu. 

Dalam keseharian, Sumirah berjualan makanan ringan dan itupun bukan miliknya pribadi. Ia juga menjadi buruh petik lombok tetangganya yang jualan nasi penyetan.