Tinjauan Hukum Kebakaran Lapas Tangerang

Lapas Kelas I A Tangerang Banten mengalami kebakaran dan memakan 48 korban jiwa/Net
Lapas Kelas I A Tangerang Banten mengalami kebakaran dan memakan 48 korban jiwa/Net

LAPAS Kelas 1 Tangerang kebakaran. Insiden kebakaran itu terus menjadi sorotan belakangan ini. Kebakaran yang mencekam itu mengakibatkan kematian hingga 48 korban jiwa. Sebagian besar, atau bahkan semua, korbannya adalah Narapidana.

Kronologi yang beredar adalah mereka terkunci dalam pintu besi, tak kuasa menyelamatkan diri, dan kemudian pasrah meregang nyawa dilalap si jago merah. Selain korban meninggal dunia, 73 korban mengalami luka-luka, baik dalam skala berat dan ringan.

Langkah Antisipasi

Keadaan demikian, kemungkinan terbakarnya sebuah Lembaga Pemasyarakatan, sebenarnya bukanlah sesuatu yang tidak terduga. Kementerian Hukum dan HAM telah mengantisipasi kemungkinan itu melalui Pasal 24 Permenkumham 33/2015 tentang Pengamanan pada Lembaga Permasyarakat dan Rumah Tahanan Negara.

Dimana pada Pasal 24 tersebut dijelaskan bahwa dalam keadaan tertentu, termasuk juga kebakaran di dalamnya, Tim Tanggap Darurat adalah pihak yang harus segera melakukan tindakan cepat untuk menyelamatkan nyawa manusia.

Sebab kejadian tersebut terjadi di waktu malam, di waktu dimana biasanya orang beristirahat, maka langkah-langkah yang telah disusun menjadi buyar. Penyelamatan yang menurut pedoman memperbolehkan petugas untuk membuka dan mengeluarkan narapidana dan tahanan dari dalam kamar ke tempat yang lebih aman atau terbuka pun tak sempat dilakukan.

Kemungkinan Pidana

Sambil menunggu hasil investigasi Menteri Hukum dan HAM telah berjanji akan memberikan uang duka kepada keluarga korban yang diketahui meninggal dunia. Masing-masing keluarga akan diberikan santunan sebesar 30 juta rupiah. Santunan itu tidak berarti menutup investigasi yang dilakukan oleh pihak kepolisian.

Pihak kepolisian tetap harus melakukan investigasi. Apabila hasil investigasi menemukan adanya kelalaian maka tragedi kemanusiaan ini bisa saja berakibat pidana.

Kelalaian dalam pidana tidak berarti memiliki maksud dan tujuan langsung. Seperti sengaja ingin mengakibatkan orang celaka ataupun sengaja hendak menghabisi nyawa orang lain yang sudah nyata adalah pidana.

Kelalaian, atau biasa disebut culpa, terjadi karena adanya ketidak hati-hatian dari pihak atau seseorang yang memiliki tanggung jawab atas itu yang atas ketidak hati-hatiannya itu merugikan orang lain.

Kelalaian yang dibebankan pada sanksi pidana bukanlah kelalaian ringan (culpa levis). Kelalaian dalam pidana harus dibuktikan terlebih dahulu bahwa kelalaian yang terjadi itu jelas, kentara, dan terang (culpa lata).

Pidana yang mungkin bisa menjerat kelalaian dalam kebakaran adalah Pasal 188 KUHP "Barang siapa karena kesalahan (kealpaan) menyebabkan kebakaran, ledakan atau banjir, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah, jika karena perbuatan itu timbul bahaya umum bagi barang, jika karena perbuatan itu timbul bahaya bagi nyawa orang lain, atau jika karena perbuatan itu mengakibatkan orang mati."

Sejauh ini aparat kepolisian sudah menetapkan 3 tersangka, yang kesemuanya adalah pegawai Lapas yang sedang bertugas. Setelah Polda Metro Jaya melakukan gelar perkara, ketiga tersangka dijerat dengan beberapa pasal yang masih terus didalami, yakni pasal 359 KUHP, 187 KUHP dan 188 KUHP.

Penutup

Apapun itu, terlepas dari semua hal yang telah dan sedang diupayakan, Pemerintah wajib meminta maaf.

Selain mengucapkan duka dan permohonan maaf, Pemerintah juga perlu melakukan evaluasi atas overcapacity Lapas yang tengah menjadi problem hampir di semua daerah.

Evaluasi itu tidak melulu harus diakhiri dengan kesimpulan melakukan pembangunan gedung Lapas baru. Evaluasi atas overcapacity itu juga dapat dilakukan dengan mengevaluasi model pemidanaan yang bisa memanfaatkan teori keadilan restoratif, keadilan korektif, maupun Rechterlijk Pardon (permaafan hakim).

Evaluasi itu selain akan mengurangi membludaknya kapasitas Lapas, juga dapat membawa perubahan fundamental terhadap hukum kita yang akan lebih menyesuaikan dengan kebudayaan lokal.

Bahrul Amal

Penulis adalah Dosen Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (Unusia)


ikuti update rmoljatim di google news