Saksi Cabut Keterangan, Iptu Eko Julianto Beber Kejanggalan Penyimpanan Barang Bukti Perkara

suasana persidangan tiga oknum polisi nyabu/RMOLJatim
suasana persidangan tiga oknum polisi nyabu/RMOLJatim

Kepala Bagian Operasional (KBO) Satnarkoba Polrestabes Surabaya, Dwi Hartono dihadirkan sebagai saksi dalam sidang tiga oknum polisi nyabu. Mereka adalah Iptu Eko Julianto, Aipda Agung Pratidina dan Brigadir Sudidi.


Saat bersaksi, Dwi Hartono mencabut keterangannya dalam berita acara pemeriksaan (BAP) nomer 9 karena merasa tidak sesuai dengan fakta sebenarnya.

Sebelumnya dalam BAP nomer 9 saksi Dwi menyebut mengetahui adanya penguasaan barang bukti dari tersangka Eko Yulianto.

"Saya tidak mengikuti penggeledahan di Midtown maupun di kantor. Keterangan itu sudah saya konfirmasi ke penyidik yakni mas Faruk, waktu itu saya kaget juga, saya tidak mengetahui. Keterangan saya di BAP nomer 9 saya cabut," kata Dwi dikutip Kantor Berita RMOLJatim saat diperiksa sebagai saksi diruang sidang Candra, PN Surabaya, Kamis (30/9).

Bukan hanya mencabut BAP. Dwi pun mengungkapkan fakta lain di muka sidang. Dwi menyebut semua penyidikan harus berdasarkan Perkap dan SOP. Kalau Perkap kata Dwi mengatur barang bukti yang sudah ada tersangkanya. Sedangkan SOP hanya menyangkut barang temuan, atau barang bukti yang tidak ada atau belum ada tersangkanya.

"Ada nota dinas yang ditujuhkan ke para kanit untuk mengorganisir seluruh barang bukti, baik itu ada tersangkanya maupun yang tidak ada tersangkanya. Semua unit di Polrestabes Surabaya melakukan semua SOP," ungkapnya.

Dalam sidang Dwi juga menerangkan, barang bukti dari penyidik yang masuk ke KBO biasanya sudah dibungkus dalam salah satu amplop dan diberikan label merah dilengkapi dengan tanda terima, copy surat penyitaan sama berita acara penyitaan.

"Sesuai SOP anggota tidak dibolehkan menyimpan barang bukti untuk kepentingan pengembangan perkara. Apabila tidak sesuai SOP si pembawa dikenai sangsi Kode Etik," terangnya.

Ditanya ketua majelis hakim, apakah Kanit mempunyai kewenangan menyimpan barang bukti hasil tangkapan,? 

"Untuk sementara bisa, meski nanti harusnya tetap diserahkan ke penyidik untuk dilaporkan. Sebab Kanit itu bukan penyidik," jawab Dwi.

Durasi waktunya berapa lama,? Kejar hakim Ketua Johanis Hehamony,? Saksi Dwi menjawab pada saat itu juga.

Ditanya lagi oleh ketua majelis hakim apakah kanit mempunyai kewenangan untuk membawa barang bukti keluar dari meja kerjanya dia,? Saksi Dwi menjawab tidak.

Atas tindakan Kanit yang demikian, itu masuk kategori kesalahan administrasi ataukah tindak pidana,? Tanya hakim Johanis Hehamony. 

"Bisa administrasi bisa pidana, dua-duanya," jawab Dwi.

Dikejar hakim Johanis Hehamony, kapan tindakan tersebut berkualifikasi sebagai kesalahan administrasi dan kapan pula berkualifikasi sebagai tindak pidana,?

"Pada saat barang bukti itu tidak diserahkan dan pada saat dia membawa," jawab saksi Dwi.

Apakah Kanit mempunyai kewenangan membawa barang bukti keluar dari meja kerjanya dia, seperti misalnya membawa barang bukti ke hotel seperti yang ada dalam kasus ini. Itu kesalahan administrasi ataukah tindak pidana,?

"Saya rasa itu tindak pidana Pak," tandas saksi Dwi.

Ditanya lagi apakah saksi Dwi selaku KBO mempunyai kewengan untuk mengetahui aktifitas anggota ini, Dwi  menjawab punya.

Diminta menanggapi keterangan saksi Dwi Hartanto terdakwa Iptu Eko Julianto merasa tidak semuanya benar. Pertama, kata Eko untuk barang bukti di kasusnya tersebut sudah terbit LP. 

"Dan SOP di Polrestabes Surabaya tidak menyebutkan barang temuan yang tidak ada LP," bantah Eko.

Kedua, SOP di Polrestabes Surabaya dinilai Eko rancu dengan Perkap. Karena baik barang temuan atau barang yang sudah ada LP dan ada tersangkanya pun disimpan di brankas di ruangan Kasat atau ruangan KBO.

"Itu salah yang mulia untuk barang bukti yang sudah ada LPnya atau sudah ada tersangkanya seharusnya disimpan di Tahti, bukan di Satnarkoba. Namun kenyataannya di Satreskoba Polrestabes Surabaya, semua barang bukti disimpan di ruang Kasat maupun di KBO. Sedangkan barang bukti yang disimpan di Tahti hanyalah penyerahan dari anggota lapangan," pungkas Eko.

Diberitakan sebelumnya, ketiga oknum Satreskoba Polrestabes Surabaya ini didakwa dengan Pasal 112 ayat (2) UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dan 115 ayat (1) UU RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Ketiganya ditangkap oleh Propam Mabes Polri di Midtown Residence Surabaya yang beralamat di Jl. Ngagel No. 123 Surabaya, pada 28 April 2021 lalu.

Dari penangkapan itu ditemukan narkotika jenis Sabu dengan berat kotor 1,32  gram dan 1,15 gram, 4 butir Ekstasi berat kotor total 1,45 gram, 1 butir obat benzoate/penenang dan 8 butir Happy Five.

Setelah dikembangkan, Propam menemukan beberapa jenis narkotika lainnya di meja kerja terdakwa. Diantaranya beberapa bungkus barang bukti perkara sabu dengan total 63,04 gram. 

Selain itu, juga ditemukan beberapa barang bukti lainnya, yakni 1 serbuk Ekstasi berat kotor 0,30 gram, 1 serbuk Ekstasi berat kotor 1,4 gram, 1 serbuk Ekstasi berat kotor 1,4 gram, 46  Ekstasi logo tulisan Helneken Warna Hijau berat kotor 20,84 gram, 15 Ekstasi berat kotor 5,89 gram, 4  Ekstasi berbagai logo tulisan Helneken warna Hijau berat kotor 1,91 gram, 10 Ekstasi warna merah muda berat kotor 3,51gram, 8 Ekstasi warna merah bata berat kotor 3,22 gram, 7 Ekstasi warna orange berat kotor 3,03 gram, 4 Ekstasi warna hijau dalam bentuk pecahan berat kotor 0,58 gram dan Dompet warna merah berisikan 118 butir pil Happy Five.