Indonesia Darurat Begal Demokrasi

Danu Budiyono, aktivis Prodem Banyuwangi/Ist
Danu Budiyono, aktivis Prodem Banyuwangi/Ist

Belakangan ini kita dipertontonkan akrobatik hukum oleh seorang tokoh di negeri ini. Dimana Menkumham digugat oleh eks kader Partai Demokrat (PD) kubu Moeldoko ke Mahkamah Agung (MA), terkait AD/ART PD lewat kuasa hukumnya Prof Yusril Ihza Mahendra yang notabenenya adalah ketua umum salah satu partai politik.

Dari sinilah, menjadi kegaduhan pro dan kontra. Bahkan publik mengganggap upaya judicial review ini sebagai bentuk 'Begal Politik', juga ada upaya paksa merobek demokrasi serta modus memutarbalikkan fakta hukum yang cenderung tak beretika.

Dan ini sangat berbahaya bagi kelangsungan demokrasi di Indonesia. Karena bisa juga terjadi ke semua partai politik jika Mahkamah Agung mengabulkannya. Inilah bisa disebut 'darurat begal demokrasi'.

Walaupun kami menggangap yang dilakukan eks kader PD kubu Moeldoko melalui kuasa hukumnya Yusril, gak ada gunanya. Selain hanya lelucon kegaduhan yang dipertontonkan ke publik.

Kalau kita lihat yang terjadi di Partai Demokrat ini bahwa faktanya, KLB di Deli Serdang itu kan memang tidak kuorum. Karena hanya dihadiri 30 pemilik hak suara dari kurang lebih 540 pemilik suara sah. 

Pelaksanaannya tidak sesuai dengan ketentuan tentang tata cara mengadakan KLB sebagaimana diatur dalam AD/ART Partai Demokrat 2020 yang telah disahkan Menkumham dan masuk pula dalam Lembaran Berita Negara.

Keputusan Menkumham Yasonna Laoly, waktu itu, menolak kepengurusan KLB oleh kubu Moeldoko juga karena fakta hukum. Lantaran tidak kuorum hingga tidak sahnya secara AD/ART PD.

Apalagi Mahfud MD saat diskusi virtual live di Twitter bersama Prof Didik J Rachbini mengatakan, kalau istana mau masuk senenarnya, ketika Moeldoko kongres di Medan itu kita tinggal mengesahkan saja dengan kasar.

Tetapi pada waktu, saya bersama Menkumham menghadap Presiden.

Dari sini, kita bisa tarik kesimpulan pemerintahan Jokowi tidak mau ikut campur urusan rumah tangga partai politik dan menyerahkan sepenuhnya sesuai mekanisme peraturan perundangan-undangan yang ada.

Pandangan kami kalaupun judicial review itu nanti dikabulkan oleh MA maksimal hanya merivisi SK Menkumham perihal AD/ART partai dan itu hanya sebagian kecil, yang tidak akan merubah substansinya.

Sebab, di partai politik itu sendiri ada mahkamah partai untuk menyelesaikan permasalahan internal. Dan itu pun kalau terjadi bisa jadi ancaman ketidakpastian hukum pada partai politik di Indonesia.

Danu Budiyono

Penulis adalah aktifis ProDem Banyuwangi