Kemarahan Risma Berlebihan yang Diulang-ulang Tidak Cocok untuk Kepemimpinan Politik Nasional

Menteri Sosial Tri Rismaharini/Net
Menteri Sosial Tri Rismaharini/Net

Menteri Sosial Tri Rismaharini kembali mempertontonkan aksi marah-marah saat rapat dengan sejumlah pejabat di Gorontalo, Kamis (30/9) lalu. Hal ini menunjukkan bahwa menteri asal PDI Perjuangan itu tidak cocok untuk kepemimpinan politik nasional.


"Gaya komunikasi Mensos Risma yang eratik, tidak mudah ditebak, meledak-ledak, suka marah-marah, tidak cocok untuk dibawa dalam kepemimpinan politik nasional," kata Direktur Eksekutif Indostrategic Ahmad Khoirul Imam kepada wartawan, Senin pagi (4/10).

Pasalnya, gaya politik marah-marah Risma justru menunjukkan egoisme seorang pemimpin dengan segala keakuan serta kepongahannya dalam kerja-kerja politik.

"Sebagai pemimpin, ekspresi marah memang terkadang diperlukan untuk menegaskan sikap, posisi, dan arahan kebijakan. Namun jika sikap itu dilakukan hanya untuk menunjukkan "ego" dan "keakuan" seorang pemimpin," katanya.

Menurut Managing Director of PPPI ini, Risma seharusnya cukup memberikan statemen tegas dan terukur. Tanpa harus menunjuk-nunjuk dan mempermalukan orang lain, karena sejatinya itu sikap itu tidak pantas dilakukan.

"Tegas tidak harus kasar. Tegas juga bisa ditunjukkan tanpa kemarahan," tuturnya.

Sikap marah-marah Risma di ruang publik ini tidak hanya sekali. Siapa mengira bahwa masyarakat akan suka dengan kemarahan yang dianggap sebagai simbol ketegasan.

"Justru sebaliknya, kemarahan berlebihan yang diulang-ulang, justru berpotensi dianggap sebagai bentuk kepongahan dari "drama queen", yang belakangan sudah mulai muncul dalam ruang opini publik," pungkasnya seperti dimuat Kantor Berita Politik RMOL.

ikuti terus update berita rmoljatim di google news