Masih Banyak Kekerasan, Predikat Kota Layak Anak di Kabupaten Sampang Dipertanyakan

narasumber dalam serial diskusi AJS /ist
narasumber dalam serial diskusi AJS /ist

Perisitiwa kekerasaan terhadap anak yamg terus bermunculan, membuat sejumlah jurnalis yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Sampang (AJS) menggelar serial diskusi dengan tema "Menyoal Keamanan Anak di Kabupaten Layak Anak”, Sabtu (6/11).


Serial diskusi yang digelar Aliansi Jurnalis Sampang (AJS) dihadiri oleh narasumber dari Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos PPPA), Penyidik PPA Polres, Komisi IV dan aktivis perempuan di Kabupaten Sampang. Kegiatan itu juga dijadiri aktivis perempuan non pemerintahan dan LPBH NU.

Aktivis Perempuan Kabupaten Sampang, Siti Farida mengatakan, dengan menyandang predikat Kabupaten Layak Anak (KLA), maka Pemerintah Kabupaten Sampang bersama aparat penegak hukum setempat seharusnya segera merespon cepat dengan membuat program-program yang inovatif terkait dengan pencegahan kekerasan terhadap anak. Sebab kasus tersebut masih marak terjadi.

“Misalkan Dinas Sosial melalui Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) membuat call center dan harus punya penguatan kelembagaan hingga ke tingkat desa, sehingga apabila terjadi kekerasan terhadap anak bisa langsung menghubungi call center yang disiapkan. Karena selama kami mendampingi kasus kekerasan anak, banyak sekali keluarga korban yang tidak tahu ke mana harus melaporkan, apalagi yang menjadi korban ini orang-orang yang wawasannya kurang luas,” ujarnya saat pemaparan dalam diskusi.

Sementara Anggota Komisi IV DPRD Sampang, Moh. Iqbal Fathoni menuturkan, berbicara tentang Kabupaten Layak Anak, maka ke depan harus ada sinergitas antar organisasi perangkat daerah (OPD) untuk melindungi hak-hak anak, menjamin keamanannya dari kekerasan dan melindungi dari berbagai hal seperti psikis anak.

“Menurut saya mending tidak mendapat penghargaan Kabupaten Layak Anak, jika masih terjadi kekerasan, oleh karena itu yang penting adalah prosesnya mewujudkan kabupaten yang layak bagi anak,” ujarnya.

Kepala Dinsos PPPA Kabupaten Sampang, Mohammad Fadeli menyampaikan, perlu waktu dan kerja keras untuk meningkatkan perhatian terhadap kebutuhan dan hak-hak anak, oleh karena itu tidak hanya menjadi tugas pemerintah, tetapi menjadi tanggung jawab semua pihak guna meminimalisir kekerasan terhadap anak.

“Banyak indikator penilaian yang dilakukan pemerintah pusat, oleh karena itu kita masih di level pratama, tidak langsung ke level madya,” katanya.

Sedangkan Penyidik Unit Pelayanan Perempuan dan Anak Polres Sampang, Aipda R Sukardono Kusuma menyebutkan, saat ini paling tren tindak pidana persetubuhan terhadap anak. Namun begitu, pihaknya menyampaikan bahwa kasus kekerasan anak semenjak setahun terakhir telah mengalami penurunan.

"Jika berbicara jumlah kasus antara 2020 dengan 2021, itu ada penurunan yaitu sekitar 5 sampai 6 kasus,” ucapnya.

Sukardono menegaskan, pemeriksaan terhadap anak yang terlibat kasus, baik sebagai pelaku, korban maupun saksi, wajib didampingi oleh pensihat hukum, orang tua atau wali, atau lembaga-lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah.