Penetapan PN Surabaya Soal Pemecahan SHM Dipermasalahkan, Pembeli Tanah Lapor Polisi

Kuasa Hukum Ira, HK Kosasih/Ist
Kuasa Hukum Ira, HK Kosasih/Ist

Penetapan yang dikeluarkan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya tertanggal 30 Agustus 2017 terkait pemecahan Sertifikat Hak Milik (SHM) No 1645 dengan luas 2080 M2 milik Gunawan Hadi menjadi dua SHM, dipermasalahkan oleh seorang wanita berusia 65 tahun bernama Ira selaku pihak pembeli sah lahan tahun 2008.


Menurut Kuasa Hukum Ira, HK Kosasih, pihaknya melaporkan Dony Yudianto ke polisi atas dugaan memberikan keterangan palsu (pasal 263 KUHP) dan memberikan keterangan palsu di bawah sumpah (pasal 242 KUHP).   

Kosasih menjelaskan, sebelumnya Gunawan Hadi memiliki SHM No 1645 dengan luas 2080 M2. Kemudian dipecah menjadi dua SHM. SHM nomer 12417 yang awalnya atas nama Gunawan Hadi kemudian dipecah menjadi dua masing-masing seluas 1040 m2 yang kemudian dialihnamakan oleh Dony Yudianto tanpa sepengetahuan Ira.

Disebutkan Kosasih, Dony Yudianto menggantikan kedudukan hukum dari pihak pertama (Yudianto Roestamadji) dan pihak kedua (Gunawan Hadi).

Lanjut Kosasih, dalam pertimbangan penetapan PN Surabaya disebutkan bahwa pada 15 Maret 1995, Yudianto Roestamadji bersepakat menjadi kakak adik dengan Gunawan Hadi. Selain itu mereka juga bersepakat bekerjasama dalam usaha jual beli tanah dan bangunan di Bali. Kesepakatan dibuat di depan Rustamadji selaku ayah kandung dari Yudianto Rustamadji. 

Sedangkan pada saat dimohonkannya penetapan di PN Surabaya, Gunawan Hadi sudah meninggal dunia pada 10 Oktober 2012 dan secara hukum antara Gunawan Hadi dengan Dony Yudianto tidak ada hubungan keluarga dan bukan pula sebagai ahli waris Gunawan Hadi. 

“Perlu dicatat bahwa, Gunawan Hadi sudah memiliki tanah seluas 2080 M2 tersebut sejak tahun 1993. Apabila dihubungkan dengan penetapan seakan-akan terjadi kerjasama pada tahun 1995 untuk beli tanah-tanah di Bali, adalah sangat aneh tanah yang sudah dibeli di tahun 1993 dijadikan hasil kerjasama yang dimulai tahun 1995. Itu pun kalau perjanjian benar adanya,” ujar Kosasih.

Kosasih menambahkan, untuk memecah SHM No 1645 dengan luas 2080 M2 milik Gunawan Hadi tersebut, Dony membuat laporan kehilangan di Polres kota Denpasar bahwa sertifikat milik Gunawan Hadi tersebut telah hilang dan anehnya laporan kehilangan tersebut sama sekali tidak tercatat di Polres Denpasar. 

Dengan bukti surat kehilangan tersebut, kemudian kantor pertanahan kota Denpasar membuat pengumuman kehilangan sertifikat dan kemudian menerbitkan dua sertifikat pengganti yakni SHM nomer 1645 seluas 1040 M2 atas nama Gunawan Hadi dan SHM no 12417 seluas 1040 M2 atas nama Dony Yudianto tanpa memperhatikan data yuridis maupun data fisik atas tanah yang sudah dikuasai oleh Ira sejak tahun 2008.

“Penerbitan dua sertifikat tersebut jelas tidak sah karena pengajuannya berdasarkan data yang dimanipulasi sebab sertifikat asli yang dibeli klien saya pada 6 Agustus 2008 sesuai Akta Perjanjian untuk melakukan jual beli (PPJB) yang dibuat di hadapan notaris Josef Sunar Wibisono masih disimpan dengan baik oleh klien saya dan tidak pernah hilang,” imbuh Kosasih. 

Dengan demikian lanjut Kosasih, Dony Yudianto yang tidak ada hubungan hukum apapun dengan Gunawan Hadi. Pasalnya kliennya adalah pemilik sah dari tanah yang berada di Jalan Imam Bonjol Gang Perum Mutiara RT-RW/000-00 di Desa Pemogan (sekarang desa Pemecutan Klod) Kecamatan Denpasar Selatan.

“Apabila kantor pertanahan kota Denpasar mendasarkan pada penetapan PN Surabaya No 605/Pdt.P/2017/PN Sby menerbitkan 2 (dua) sertifikat pengganti dan diatasnamakan Dony Yudianto secara data yuridis maupun data fisik adalah keliru. Sebab, dalam SHM no 1645 tertulis jelas bahwa Gunawan Hadi adalah pemilik sah lahan tersebut sejak 5 Februari 1993. Sedangkan penetapan PN Surabaya berkaitan dengan surat kerjasama pada 15 Maret 1995. Artinya bahwa tanah SHM no 1645 atas nama Gunawan Hadi bukan hasil kerjasama antara Almarhum Yudianto Rustamadji dengan Almarhum Gunawan Hadi,” tegas Kosasih.

Selain itu, kata Kosasih, pihaknya juga sudah mengajukan pembatalan penetapan PN Surabaya No 605/Pdt.P/2017/PN Sby dan sudah dinyatakan tidak sah dan telah dinyatakan batal berdasarkan putusan PN Surabaya No 1045/Pdt.G/2020/PN Sby jo Pengadilan Tinggi No 695/Pdt/2021/PT.Sby.

Terpisah, Kuasa Hukum Dony Yudianto yakni Akhmad Sobirin SH menyatakan bahwa pihaknya tidak pernah memalsukan apapun sebagaimana tudingan pihak Ira. Bahkan Akhmad Sobirin mempertanyakan legal standing dari Ira yang dianggap tidak jelas. 

“Dia (Ira) memiliki dua legal standing, satu pengikatan jual beli yang satunya akta wasiat yang dibuat di hari yang sama, tanggal yang sama dan jam yang sama. Memang secara logika apakah bisa satu objek tanah dibuatkan dua legal standing,” ujar Akhmad.

Akhmad menambahkan, pihaknya juga mempertanyakan bagaimana bisa pelapor bisa memiliki PPJB atas aset-aset yang dimiliki Gunawan Hadi. 

“Kalau kita masalah pembuktian matreiil kita serahkan ke Polda. Kalau memang pelapor merasa kita melakukan pemalsuan maka kitapun akan melakukan pembuktian. Yang jelas legal standingnya kita sudah jelas ditetapkan oleh PN Surabaya,” ujarnya.

Terkait penetapan PN Surabaya yang sudah dibatalkan, Akhmad menyebut bahwa produk penetapan PN Surabaya hanya bisa dibatalkan lewat gugatan Kasasi, hal itu tertuang dalam aturan Mahkamah Agung. 

“Nah mereka mengajukan gugatan ke pengadilan atas produk pengadilan itu sendiri. Dari sini kita juga nggak tau siapa yang bermain. Karena produk Pengadilan Negeri dibatalkan Pengadilan Negeri sendiri. Harusnya yang membatalkan adalah tingkat yang lebih tinggi,” bebernya.

Terkait SHM no 1645 milik Gunawan Hadi sejak tahun 1993, pihak Akhmad tidak yakin. Dan peralihan tanah tersebut ke Hadi Gunawan juga perlu dipertanyakan.

“Selain itu kita juga sudah melakukan pengecekan di dewan kenotariatan Denpasar bahwa PPJB punya Ira tidak terdaftar,” tandasnya.


ikuti update rmoljatim di google news