BPK Sebut Pembayaran Isentif Pemungutan Pajak Pemkot Malang Melebihi Ketentuan Ratusan Juta, Ini Kata Kepala Bapenda

Kepala Bapenda Kota Malang, Handi Priyanto/RMOLJatim
Kepala Bapenda Kota Malang, Handi Priyanto/RMOLJatim

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebut pembayaran isentif pemungutan pajak daerah Pemerintah Kota Malang melebihi ketentuan sebesar Rp. 782.833.029. 


Seperti yang tertuang di laporan hasil pemeriksaan (LHP) BPK 2021, atas anggaran tahun 2019 dan 2020.

Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK terhadap dokumen pertanggungjawaban belanja isentif pemungutan pajak daerah tahun 2020, dari nilai Rp 782.833.029 ditemukan dua jenis persoalan, diantaranya yaitu pembayaran isentif pajak hotel tahun 2019 yang penyelesaiannya dilakukan pada tahun 2020 lebih bayar sebesar Rp. 408.341.000 dan pembayaran isentif pajak daerah tahun anggaran (TA) 2020 melebihi sebesar Rp. 374.492.029

Dalam LHP BPK tahun 2021 juga diterangkan, bahwa kondisi tersebut tidak sesuai dengan Peraturan  Pemerintah Nomer 69 Tahun 2010, tentang cara pemberian dan pemanfaatan isentif pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah dan Peraturan Wali Kota Malang Nomer 45 Tahun 2010, tentang petunjuk pelaksanaan dan pemanfaatan isentif pemungutan pajak daerah pada Pasal 4,  Pasal 5, dan Pasal 8. Yang mana disebabkan oleh Kepala Bapenda selaku pengguna anggaran kurang optimal mengawasi pelaksanaan anggaran OPD yang dipimpinnya. 

BPK merekomendasikan kepada Wali Kota Malang, untuk memerintahkan Kepala Bapenda selaku Pengguna Anggaran untuk memproses dan mempertanggungjawabkan kelebihan pembayaran isentif pemungutan pajak daerah sebesar Rp. 782.833.029 dengan menyetor ke kas daerah. 

Sementara itu, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Malang, Handi Priyanto saat dikonfirmasi mengatakan, bahwa pembayaran isentif pemungutan pajak daerah Pemerintah Kota Malang melebihi ketentuan sebesar Rp. 782.833.029 terjadi tahun anggaran 2019 dan 2020, dikarenakan ada kesalahan miskomunikasi, sehingga ada selisih perhitungan. 

"Pada waktu itu, ada miskomunikasi di Bapenda. Ada perubahan target per triwulan, namun SK (Surat Keputusan, red) perubahan targetnya belum turun. Ketika SK perubahannya belum turun, maka yang berlaku adalah SK yang lama. Tapi Bapenda pakai SK yang baru. Ya tidak bisa itu. BPK menghitungnya sesuai SK yang lama, bukan surat pengajuan," ujar Hand kepada Kantor Berita RMOLJatim di ruang kerjanya. Senin (07/02)

Akibat dari persolan tersebut, lanjut Handi, konsekuensinya adalah mengembalikan isentif yang telah diterima pada waktu itu. Dan Bapenda sudah mengembalikan uang, dengan menyetor ke kas daerah kurang lebih sebesar Rp 600 juta dari temuan BPK tersebut. 

"Konsekuensinya, isentif itu ya harus dikembalikan oleh seluruh masing-masing pribadi  yang sudah nerima. Sudah kita kumpulkan semua, kita jelaskan, kita sampaikan. Saya juga menyampaikan ke Inspektorat, hal ini butuh proses, yang terpenting ada langkah," tandasnya. 

"Dan, sebelum enam puluh hari, kita sudah mengembalikan Rp 300 juta yang dilakukan oleh staf-staf yang masih ada. Secara total, kita sudah mengembalikan ke kas daerah Rp 600 juta, sisahnya kurang lebih Rp 100 juta. Yang jadi problem (persoalan), orangnya sudah keluar dan pensiun, saya harus cari alamatnya satu persatu. Kalau yang pindah instansi kan masih bisa dicari, " imbuh pria yang mengenakan kacamata itu. 

Bahkan, Handi mengingatkan bagi yamg belum mengembalikan itu merupakan resiko pribadi. 

"Yang penting sudah saya ingatkan, itu temuan BPK. Kalau tidak diselesaikan, maka bisa dinaikkan menjadi unsur pidana. Ya itu terserah mereka. Bahkan, ada yang belum membayar sama sekali, dan itu merupakan resiko pribadi. Upaya semaksimal mungkin untuk pengembalian sudah kita lakukan. Kita juga sudah menyampaikan ke Inspektorat. Silahkan Inspektorat dan BPK untuk memanggil yang bersangkutan," pungkasnya.