Mantan Direksi Buka Suara Soal Carut Marut Bumiputera 1912

Bumiputera/Net
Bumiputera/Net

Direktur SDM dan Umum Bumiputera periode 2016-2018, Ana Mustamin buka suara terkait carut marut yang terjadi di dalam perusahaan asuransi tersebut dengan membuat surat terbuka kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK).


Dalam surat terbukanya, Ana menceritakan terkait dinamika penyelesaian kasus yang menimpa Bumiputera tersebut. Surat terbuka tersebut ditujukan kepada Kepala Eksekutif Pengawas IKNB OJK, Riswinandi.

Ana bercerita bahwa dirinya baru sekitar satu bulan lebih dinyatakan definitif sebagai Direktur hingga pada akhirnya dinonaktifkan karena OJK menurunkan Pengelola Statuter (PS) di Bumiputera pada 21 Oktober 2016. Beberapa bulan sebelumnya, Ana merupakan pejabat sementara anggota direksi.

"Sebuah sejarah yang tidak mungkin terhapus dalam memori saya," ujar Ana dalam surat terbukanya yang beredar beberapa waktu lalu, dikutip Kantor Berita Politik RMOL.

Ana mengaku, masih mengingat dengan baik ketika OJK mengirim konsultan ke Bumiputera sebelum PS diturunkan. Di mana, sebuah konsorsium konsultan yang dipimpin Paribas Internasional yang di dalamnya ada konsultan hukum, konsultan aktuaria, konsultan pemasaran, konsultan SDM, konsultan properti, dan konsultan komunikasi.

"Semua konsultan papan atas, yang kami tahun honornya gila-gilaan, melibatkan personel dari 3 negara di luar Indonesia. Tapi kami menyambut baik, demi sebuah rencana besar bernama restrukturisasi dan transformasi. Apalagi konsultan ini diterjunkan langsung OJK," jelas Ana.

Dalam perjalanannya, konsultan tersebut kata Ana, memaparkan skema right issue yang dianggap sebagai barang baru mengingat Bumiputera adalah perusahaan Mutual atau usaha bersama, bukan Perseroan Terbatas (PT).

Sehingga, Ana heran bagaimana mekanisme right issue bisa terjadi jika perusahaan asuransi yang merupakan perusahaan mutual tidak memiliki mekanisme penambahan modal. Meski begitu, manajemen Bumiputera kala itu kata Ana, manut dengan arahan konsultan.

"Pengetahuan kami terbatas, apalagi dijanjikan dana Rp 30 triliun dari proses ini," kata Ana.

Kala itu pun, kata Ana, dirinya mengingatkan apapun skema yang ditempuh, Anggaran Dasar (AD) Bumiputera untuk tidak dilanggar dan harus sepengetahuan dan seizin Badan Perwakilan Anggota (BPA) sebagai lembaga tertinggi perusahaan.

BPA sendiri saat itu menerbitkan beberapa butir pesan. Yaitu, bentuk badan usaha mutual jangan dihilangkan; restrukturisasi harus berjalan transparan; serta karyawan dan pemegang polis jangan dirugikan.

Tapi menurut Ana, konsultan tampak tidak terlalu peduli dengan pesan BPA tersebut. Sebab, konsultan sejak awal sudah memiliki target demutualisasi, mengubah bentuk badan usaha dari mutual menjadi Perseroan Terbatas.

Sehingga, dalam proses tersebut, terdapat aturan Anggaran Dasar yang diabaikan. Bahkan, right issue ternyata gagal dan secata tiba-tiba muncul skema lain yaitu direct investment, lalu muncul Kerja Sama Operasional (KSO) dan sebagainya.

"Yang saya ingat adalah, setiap kali meeting koordinasi dengan konsultan, skema berubah dan berubah. Entah rencana apa lagi berikutnya, hanya konsultan dan Tuhan yang tahu. Sampai suatu ketika kami Direksi diminta menandatangani MoU tentang pengalihan pengelolaan aset Bumiputera ke investor," tutur Ana.

Ana pun mengaku menolak membubuhkan paraf karena tanpa sepengetahuan BPA.

"Mungkin karena Direksi dinilai tidak kooperatif, OJK akhirnya menjatuhkan sanksi statuter. Atau mungkin juga rencana ini sudah lama. Yang saya ingat, seluruh anggota Direksi dan Komisaris dinonaktifkan. Posisi Dirut (Direktur Utama) saat itu kosong, karena sudah diberhentikan BPA. Ini lah babak baru Bumiputera," terang Ana.

Kemudian, Pengelola Statuter mulai memegang kendali di Bumiputera. Ana pun mendapat informasi, sehari setelah dinonaktifkan, aset-aset properti telah berpindah tangan ke investor dan kelak aset tersebut bisa ditarik kembali pasca pemberlakuan statuter.