Ketua Asosiasi Dosen Ngawi Pertanyakan Kekuatan Operasi Pasar Minyak Goreng

Ilustrasi, warga beralih ke minyak curah/ RMOLJatim
Ilustrasi, warga beralih ke minyak curah/ RMOLJatim

Langkah pemerintah yang hanya menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) saja, tanpa menyelesaikan akar persoalan dalam kelangkaan minyak goreng disayangkan publik. Ibarat kata, operasi pasar bukan solusi jika hanya sebatas mengandalkan langkah seperti itu. 


Samsul Hadi Ketua Asosiasi Dosen Kabupaten Ngawi sangat menyayangkan keberadaan operasi pasar akan minyak goreng yang digelar pemerintah daerah. 

Menurutnya, secara kasat mata yang menikmati bukan masyarakat kecil, melainkan para tengkulak yang ada di toko-toko. 

"Sekarang yang saya lihat, yang antri yang menikmati itu bukan rakyat kecil-kecil akan tetapi para tengkulak," terang Samsul Hadi dikutip Kantor Berita RMOLJatim, Jum'at, (18/2).

Seharusnya, kata Samsul, operasi pasar terhadap minyak goreng harus efektif dilakukan dan menyasar pada konsumen bawah. Di sinilah patut dipertanyakan sejauh mana kekuatan operasi pasar untuk menekan harga minyak goreng.

Maka kehadiran Disperindag Kabupaten Ngawi harus aktif mengintervensi soal harga sampai pada tataran di pasar tradisional.

Mendasar hal di atas, sudah sepatutnya pihak pemerintah daerah melalui Disperindag Kabupaten Ngawi memperbaiki tata niaga pada tingkatan terbawah. Dengan demikian bisa memberikan sedikit angin segar bagi pedagang kecil maupun pelaku UMKM agar tidak merugi.

"Operasi pasar harus memberikan dampak pada kalangan ekonomi bawah dan sebaliknya retail modern juga bisa menjadi contoh pada penyediaan minyak goreng juga. Sehingga tidak ada salahnya Disperindag memiliki program antara retail modern bisa berkontribusi ke bawah langsung begitu," ucapnya. 

Pungkas Samsul, jika teknis operasi pasar yang dijalankan hanya seperti itu, maka bisa dikatakan hanya sebatas seremoni. Dan sekarang ini yang dibutuhkan tidak lain operasi pasar bisa dirasakan langsung para masyarakat bawah bukan kalangan menengah ke atas.